Menebar Banyak Resep Pemulihan Transportasi Publik saat Pandemi

Rizky Alika
28 Oktober 2020, 06:06
transportasi, covid-19, perhubungan
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/wsj.
Sejumlah pekerja menyiapkan pesawat untuk terbang membawa penumpang di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (10/7/2020). Di masa tatanan normal baru, lalu lintas penerbangan di Bandara Soekarno-Hatta pada periode 1-5 Juli 2020 rata-rata sebanyak 355 penerbangan per hari, atau naik dibandingkan periode sama bulan lalu yang rata-rata 243 penerbangan per hari.

Meski demikian, momentum perbaikan jangka pendek diperkirakan tak akan optimal hingga akhir tahun nanti. Ini lantaran masih ada kekhawatiran Covid-19 menular lewat angkutan publik sehingga masyarakat akan memilih kendaraan pribadi.

 "Kenaikan ada, tapi tidak signifikan," kata Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno saat dihubungi Katadata, Selasa (27/10). Selain kekhawatiran, masyarakat  juga merasa terbebani dengan kewajiban tes cepat (rapid test) sebagai syarat perjalanan.

PELONGGARAN PSBB MASA TRANSISI DI SERANG
PELONGGARAN PSBB MASA TRANSISI DI SERANG (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/hp.)

Adanya libur panjang pun dinilai tidak mempengaruhi kenaikan penggunaan angkutan umum. Djoko memprediksi kenaikan lalu lintas hanya terjadi pada pengguna jalan tol.

Setali tiga uang, transportasi penerbangan diperkirakan belum akan mengalami lonjakan dalam jangka panjang. Apalagi selama ini, sebanyak 42-44% penumpang pesawat ialah pegawai yang melakukan perjalanan dinas.

Sementara, pemerintah daerah belum memiliki anggaran yang cukup untuk melakukan dinas antar kota hingga akhir tahun ini. "Orang tidak mau naik pesawat dengan uang sendiri," ujar Djoko.

Kemenhub sebenarnya telah berencana menghapus rapid test sebagai syarat penumpang bus dan kapal penyeberangan laut di zona kuning dan hijau. Sekjen DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono menilai, kebijakan itu sebenarnya positif untuk menjaga momentum kenaikan penumpang.

Meski begitu, ia tak yakin kebijakan tersebut tidak akan meningkatkan persentase perjalanan masyarakat dengan angkutan umum. "Mereka lebih suka angkutan pribadi daripada umum," ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (27/10).

Ateng juga mengatakan hingga sehari sebelum libur panjang, kenaikan okupansi penumpang bus sebesar 15%. Kondisi ini menurutnya serupa dengan libur panjang pada Agustus lalu.

Ia beralasan, kekhawatiran masyarakat terhadap Covid-19 menjadi persoalan utama sehingga tanpa adanya vaksin, maka lonjakan penumpang tak akan terjadi secara signifikan. Di sisi lain, ia juga menyoroti adanya imbauan kepada masyarakat agar menggunakan angkutan umum yang dinilainya kontradiktif terhadap upaya pemulihan transportasi.

Padahal, menurutnya sebuah studi menyebutkan kasus penularan Covid-19 di angkutan umum lebih rendah dibandingkan di tempat pariwisata hingga mal. "60% potensi penularan di kerumunan seperti pariwisata, sementara angkutan umum hanya 16% potensinya," kata Ateng.

Sedangkan Djoko berpendapat perlu ada kebijakan lain untuk mendorong pertumbuhan sektor transportasi. Sebagai contoh, pemerintah dapat memberikan subsidi potongan harga tiket  bus antar kota antar-provinsi (AKAP) dan antar kota dalam provinsi (AKDP).

Kemenhub juga membuka kemungkinan menaikkan batas kapasitas transportasi publik seperti pesawat terbang menjadi 100% alias normal kembali. Syaratnya, kesadaran masyarakat menerapkan protokol kesehatan telah meningkat.

"Ke depan tentu saja (kapasitas penumpang) tidak dibatasi 70%, kita bisa juga 100% seperti di luar negeri," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto Rahardjo.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...