Akulturasi Adalah Perpaduan Kebudayaan, Ini Penjelasannya
Faktor Pendorong Terjadinya Akulturasi
Dalam buku Komunikasi Lintas Budaya dijelaskan, terdapat dua faktor pendorong terjadinya akulturasi, yaitu faktor internal dan eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal pendorong terjadinya akulturasi bersumber dari dalam masyarakat. Contohnya, penemuan-penemuan baru di berbagai bidang yang memengaruhi kehidupan masyarakat.
Adanya inovasi berdampak pada kemunculan atau pergantian penemuan baru. Dalam bidang politik, terjadinya pemberontakan atau revolusi pada suatu negara merupakan contoh faktor internal pendorong akulturasi.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal pendorong terjadinya akulturasi bersumber dari luar masyarakat. Faktor ini kemudian memengaruhi dan mengubah tatanan masyarakat. Contohnya saat terjadi perang pada suatu negara.
Jenis-Jenis Akulturasi
Koentjaraningrat (1996) membedakan jenis-jenis akulturasi sebagai berikut.
- Substitusi: Suatu proses penggantian unsur budaya yang lama diganti dengan unsur budaya yang baru dengan memberikan nilai tambah bagi penggunanya.
- Sinkretisme: Proses terbentuknya suatu sistem baru akibat perpaduan unsur budaya lama dengan unsur budaya baru. Sinkretisme ini biasanya terjadi pada sistem keagamaan.
- Penambahan: Proses pemberian nilai tambah terhadap unsur budaya lama dengan unsur budaya baru.
- Penggantian: Proses akulturasi di mana unsur budaya yang lama digantikan dengan unsur budaya baru. Contohnya, delman yang diganti oleh angkutan umum.
- Originasi: Proses masuknya unsur budaya baru yang memberikan perubahan besar dalam kehidupan masyarakat. Contohnya, listrik yang disalurkan untuk desa terpencil.
- Penolakan: Penolakan terhadap budaya yang baru karena dianggap memberikan dampak negatif di mana masyarakat tidak siap atau tidak setuju dengan pembauran budaya tersebut.
Contoh Akulturasi di Indonesia
Contoh akulturasi dapat ditemui pada kuliner Palembang. Merujuk buku Tinjauan Historis Akulturasi Budaya Dalam Kuliner Palembang Sebagai Sumber Pembelajaran Sejarah, kuliner Padang merupakan perpaduan antara makanan Arab dengan Melayu Palembang, seperti nasi mandhi dengan nasi minyak.
Akulturasi yang ada di Palembang terjadi karena hubungan dagang pada masa kerajaan Sriwijaya yang memiliki berbagai kontak di pelabuhan. Akibatnya, banyak bangsa dari luar yang singgah dan berlabuh di Palembang.
Pada masa kerajaan Sriwijaya, banyak bangsa Cina, Arab, dan bangsa lain yang datang untuk berdagang. Kemudian, Belanda dan Jepang turut datang ke Palembang terutama pada masa Kesultanan Palembang Darussalam sehingga terjadi akulturasi.
Contoh akulturasi lain adalah bentuk bangunan menara Masjid Kudus di Jawa Tengan dengan Balai Kulkul di Pura Taman Ayun Bali. Menurut buku Sejarah Indonesia Periode Islam, menara Masjid Kudus yang memiliki bentuk dan struktur bangunan yang mirip dengan Balai Kulkul di Pura Taman Ayun.
Kulkul memiliki fungsi yang sama dengan menara, yakni memberi informasi atau tanda kepada masyarakat mengenai kegiatan suci atau yang lain.