DPR Setujui Revisi UU PPP, Berikut 19 Poin Perubahannya

Aryo Widhy Wicaksono
24 Mei 2022, 16:29
Sejumlah anggota DPR mengikuti rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/2022).
ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.
Sejumlah anggota DPR mengikuti rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/2022).

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) dalam rapat paripurna DPR, Selasa (24/5/2022) siang.

Dalam laporannya pada Rapat Paripurna ke-23 Masa Sidang V Tahun 2021-2022,  Wakil Ketua Badan Legislasi DPR M Nurdin menyebutkan, revisi UU PPP memiliki 19 poin perubahan. Di antaranya mengatur penyusunan peraturan perundang-undangan dapat menggunakan metode omnibus law, penanganan pengujian peraturan perundang-undangan, serta asas keterbukaan.

Dalam pengambilan keputusan pertama tingkat satu di Baleg, revisi UU PPP disetujui oleh 8 dari 9 fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak.

Berikut 19 poin perubahan tersebut:

1. Penjelasan Pasal 5 huruf g diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan.

2. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9

(1) Dalam hal suatu undang-undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.

(2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah undang-undang diduga bertentangan dengan undang-undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

(3) Penanganan pengujian terhadap undang-undang di Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR, yang membahas Rancangan Undang-Undang dengan melibatkan komisi yang membidangi hukum dan perundang-undangan.

(4) Dalam hal alat kelengkapan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah tidak ada pada saat undang-undang diuji di Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komisi yang membidangi hukum dan perundang-undangan menjadi kuasa DPR.

(5) Penanganan pengujian terhadap undang-undang di Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penanganan pengujian Peraturan Perundang-undangan di bawah undang-undang di Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di lingkungan Pemerintah, dilaksanakan oleh 4 menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan melibatkan menteri atau kepala lembaga terkait.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dalam Peraturan DPR serta penanganan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Presiden.

3. Setelah Bagian Keenam Bab IV ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni Bagian Ketujuh sehingga berbunyi sebagai berikut:

Bagian Ketujuh Perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus

4. Di antara Pasal 42 dan Pasal 43 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 42A sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 42A Penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan.

5. Ketentuan ayat (2) Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 49

(1) Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden.

(2) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang disertai dengan daftar inventarisasi masalah bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat Pimpinan DPR diterima.

(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengoordinasikan persiapan pembahasan dengan 5 menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

6. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 58

(1) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundangundangan.

(2) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh instansi vertikal kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

7. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 64 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 64 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 64

(1) Penyusunan Rancangan Peraturan Perundangundangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

(1a) Penyusunan Rancangan Peraturan Perundangundangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan metode omnibus.

(1b) Metode omnibus sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) merupakan metode penyusunan Peraturan Perundangundangan dengan:

a. memuat materi muatan baru;

b. mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang- 6 undangan yang jenis dan hierarkinya sama; dan/atau

c. mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Perundang-undangan untuk mencapai tujuan tertentu.

(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3) Ketentuan mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

8. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 72 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b) serta ketentuan ayat (2) Pasal 72 diubah sehingga Pasal 72 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 72

(1) Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh Pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang. (1a) Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat kesalahan teknis penulisan, dilakukan perbaikan oleh pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dan Pemerintah yang diwakili oleh kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut.

(1b) Hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) harus mendapatkan persetujuan dari pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dan wakil dari Pemerintah yang membahas rancangan undang-undang tersebut.

(2) Perbaikan dan penyampaian Rancangan UndangUndang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai 7 dengan ayat (1b) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

9. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 73

(1) Dalam hal Rancangan Undang-Undang telah disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 masih ditemukan kesalahan teknis, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara bersama dengan kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut, melakukan perbaikan dengan melibatkan pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut.

(2) Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 atau Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.

(3) Dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

(4) Dalam hal sahnya Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kalimat pengesahannya berbunyi: undang-undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD 1945.

(5) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dibubuhkan pada 8 halaman terakhir Undang-Undang sebelum pengundangan naskah undang-undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

10. Penjelasan Pasal 78 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan.

11. Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 85

Halaman:
Reporter: Ashri Fadilla
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...