Menyibak Modus Korupsi Heli AW yang Rugikan Negara Rp739 M versi KPK

Ira Guslina Sufa
13 Oktober 2022, 09:20
korupsi pengadaan helikopter AW-101 Irfan Kurnia Saleh
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.
Tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101 Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway menyapa wartawan saat tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (19/8/2022).

Selanjutnya Heribertus selaku Kadisada TNI AU dan juga PPK membuat harga perkiraan sendiri (HPS) dan langsung menyebut helikopter merek AW-101 sebagaimana arahan Agus Supriatna dengan estimasi harga total sebesar Rp739. Miliar. Padahal saat itu pagu anggaran pengadaan helikopter masih diblokir. Untuk memuluskan rencana, Irfan kemudian menyiapkan dua perusahaan untuk dijadikan peserta lelang yaitu PT Diratama Jaya Mandiri sebagai perusahaan pemenang dan PT Karsa Cipta Gemilang sebagai perusahaan pendamping.

Irfan juga menyiapkan perusahaan dengan nama Lejardo, Pte. Ltd. di Singapura sebagai perusahaan yang seolah-olah punya kontrak dengan Leonardo (AgustaWestland) untuk pengadaan helikopter AW-101. Padahal, Lejardo, Pte. Ltd. tidak mempunyai pengalaman pekerjaan terkait pengadaan pesawat helikopter. Selain itu juga disiapkan dokumen untuk pengadaan helikopter Angkut AW-101 baik dari PT Diratama Jaya Mandiri maupun dari PT Karsa Cipta Gemilang yang belum pernah mempunyai pengalaman dalam hal pengadaan helikopter maupun sparepart helikopter. 

Untuk memenuhi spesifikasi teknis sebagai helikopter angkut, Helikopter AW-101seri 600 dengan konfigurasi VVIP yang telah dipesan Irfan juga diubah interiornya seolah-olah menjadi helikopter angkut.

18 Juli 2016

Kadisada AU Fachri Adamy kemudian menetapkan PT Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang pengadaan Helikopter Angkut AW 101 senilai Rp738,9 miliar.

29 Juli 2016

Pemblokiran anggaran pengadaan helikopter AW-101 dibuka.  Agus Supriatna lalu mengirim surat kepada Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu selaku Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) tentang Rencana Pembelian Helikopter AW-101. Saat itu sudah ada penetapan pemenang pengadaan dan penandatanganan kontrak senilai Rp738,9 miliar.

5 September 2016

Dilakukan pembayaran tahap 1 senilai Rp436 miliar. Dari jumlah itu sebesar 4 persen yaitu Rp17,733 miliar dipergunakan sebagai Dana Komando (DAKO/DK) untuk Agus Supriatna. Dengan begitu, pembayaran untuk PT Diratama Jaya Mandiri hanya sebesar Rp418.956.300.000.

14 September 2016

Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengirimkan surat kepada Kasau agar membatalkan kontrak pengadaan helikopter angkut AW-101. Namun, atas surat tersebut, Agus Supriatna tidak bersedia membatalkan kontrak.

“[Agus Supriatna] memberikan disposisi kepada Wakasau, Asrena Kasau, Aslog Kasau, dan Kadisada dengan tulisan 'Ini system APBN 2016 yg sdh hrs dieksekusi & sdh turun DIPA TNI AU, utk siapkan dokumen2 dlm kesiapan menjawab mslh tsb'," ungkap jaksa.

Selanjutnya AgustaWestland selaku pabrikan Helikopter AW-101 telah menerima pembayaran dari PT Diratama Jaya Mandiri sebesar 29,5 juta dolar AS atau senilai Rp391 miliar. Sedangkan Lejardo PTe LTD menerima uang tidak sah dari PT Diratama Jaya Mandiri sebesar USD14,4 juta atau senilai Rp192,6 miliar. 

Lejardo PTe LTD lalu mengirimkan kembali uang sebesar USD3,5 miliar. Padahal berdasarkan surat dari Komite Pemeriksa Materiel (KPM) kepada KASAU pada 22 Maret 2017, ditemukan 12 kekurangan pada Helikopter Angkut AW-101 termasuk kekurangan 14 kursi di dalam helikopter. Atas perbuatannya tersebut, Irfan Kurnia mendapatkan keuntungan senilai Rp183,2 miliar. .

Irfan tidak mengajukan nota keberatan atas dakwaan yang telah dibacakan jaksa KPK. Selanjutnya sidang akan berlangsung pada 24 Oktober 2022 dengan agenda pemeriksaan saksi.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...