Pakar Hukum Kritik Kegentingan Memaksa dalam Perppu Ciptaker

Ade Rosman
3 Januari 2023, 07:09
Massa dari Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) bersama mahasiswa berunjuk rasa di Patung Kuda, Jakarta, Sabtu (21/5/2022).
ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/rwa.
Massa dari Aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) bersama mahasiswa berunjuk rasa di Patung Kuda, Jakarta, Sabtu (21/5/2022).

Bivitri menilai seharusnya pemerintah membuat Undang-undang kembali yang tahapannya sesuai pasal 20 UUD. Pembuatan UU tersebut harus mengundang DPR ketika masa reses selesai lebih dari sepekan lagi. 

"Mengenai putusan MK 135 Tahun 2009, yang menegaskan kegentingan memaksa tersebut bilamana ada kekosongan hukum yang sangat harus diatasi secepat mungkin," ujarnya.

Dipengaruhi Situasi Global

Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan alasan pemerintah memilih mengeluarkan Perppu dibandingkan peraturan lainnya. Menurut dia, ada situasi global dan nasional yang memerlukan langkah-langkah strategis.

Dia mengatakan, Putusan MK menyebutkan bahwa pemerintah tak boleh melakukan langkah stategis berdasar UU Ciptaker yg dinyatakan inkonstitusional bersyarat. "Maka dgn dikeluarkannya Perppu hari ini, sesuai dengan hukum, UU Ciptaker yang divonis inkonstitusional bersyarat sudah tidak berlaku lagi dan yang berlaku adalah Perppu No. 2 Tahun 2022 yang merupakan revisi atas UU Ciptaker yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat," ujarnya.

Dengan demikian, menurut Mahfud, putusan MK sudah dipenuhi.  Obyek putusannya, yaitu UU Cipta Kerja, sudah diganti dengan Perppu yang setingkat dengan UU.

"Dalam waktu lebih cepat dua tahun dari tenggat yang ditentukan oleh vonis MK. Sekarang pemerintah susdah boleh melakukan langkah-langkah yang strategis berdasarkan Perppu No. 2 Tahun 2022,' kata dia.

Menurut Mahfud, UU Ciptaker sangat mendesak karena menanggapi perkembangan geopolitik, seperti Perang Rusia-Ukraina, ancaman inflasi, stagflasi, dan perlunya kepastian bagi investor.  "Berdasar teori manapun, penentuan keadaan genting itu merupakan hak subyektif Presiden yang nanti akan dijelaskan dalam proses legislasi pada masa sidang DPR berikutnya," ujarnya.



Halaman:
Reporter: Ade Rosman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...