Jimly Jelaskan 3 Opsi Sanksi Bila Hakim MK Terbukti Melanggar Etik

Ira Guslina Sufa
2 November 2023, 12:55
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) memimpin jalannya rapat perdana di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (26/10/2023). Rapat tersebut untuk klarifikasi kepada pihak-pihak terkait berkenaan dengan
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nym.
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) memimpin jalannya rapat perdana di Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (26/10/2023).

Meski begitu, menurut Jimly saat ini MKMK belum sampai pada kesimpulan soal sanksi yang diberikan lantaran proses persidangan masih berlanjut. MKMK masih melakukan klarifikasi atas aduan masyarakat kepada 9 hakim MK dan juga pelapor. 

Saat ini MKMK telah memeriksa tiga hakim terlapor pada Selasa (31/10) yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih dan 3 hakim pada Rabu (1/11) yaitu Saldi Isra, Manahan M.P. Sitompul, dan Suhartoyo. Sementara itu, tiga hakim konstitusi lainnya, yaitu Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, dan Wahiduddin Adams, akan diperiksa pada Kamis (2/11).

Selain itu, MKMK juga akan mengkonfrontir panitera dalam perkara tersebut. Jimly menyebut pihaknya menemukan banyak masalah dalam cara pengambilan keputusan dan prosedur persidangan.

Sebelumnya Jimly mengatakan terdapat sepuluh poin persoalan yang ditemukan MKMK terkait MK, berdasarkan laporan dari masyarakat. Laporan itu antara lain soal dugaan konflik kepentingan, perilaku hakim yang berbicara di luar sidang terkait perkara yang ditangani, bocornya data internal, juga soal materi dissenting opinion yang muatannya melebihi yang seharusnya.  

Menurut Jimly, ditambah dengan dugaan pembiaran oleh hakim MK ini maka terdapat 11 poin persoalan yang telah dilaporkan oleh masyarakat kepada MKMK.  Persoalan etik hakim MK ini mencuat setelah pada Senin (16/10), MK mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh warga negara Indonesia bernama Almas Tsaqibbirru Re A. dari Surakarta, Jawa Tengah. Ia mengajukan gugatan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). 

 Atas putusan tersebut, Pasal 169 huruf q UU Pemilu selengkapnya berbunyi “Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Putusan itu menjadi kontroversi karena memuluskan langkah Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden dari Koalisi Indonesia Bersatu mendampingi Prabowo Subianto.  

Halaman:
Reporter: Ade Rosman
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...