Elektabilitas Prabowo-Gibran Tetap Juara di Tengah Isu Dinasti Politik

Muhamad Fajar Riyandanu
15 November 2023, 21:01
Bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto berpidato saat menghadiri deklarasi dukungan dari Induk Koperasi Unit Desa (KUD) di Jakarta, Sabtu (4/11/20223). Induk KUD bersama sejumlah kelompok Koperasi seperti Pusat KUD dan Kop
ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.
Bakal calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo Subianto berpidato saat menghadiri deklarasi dukungan dari Induk Koperasi Unit Desa (KUD) di Jakarta, Sabtu (4/11/20223). Induk KUD bersama sejumlah kelompok Koperasi seperti Pusat KUD dan Koperasi Serba Usaha menyatakan dukungan kepada Ketua Dewan Pembina Induk KUD Prabowo Subianto pada Pilpres 2024 dan akan membawa dukungannya kepada seluruh anggota koperasi hingga pelosok Indonesia.

Pada kelompok ini, elektabilitas Prabowo-Gibran berada di 43.2%, lebih dominan ketimbang dua pasangan lain, Ganjar - Mahfud 31.8%, dan Anies - Muhaimin 19.4%.

Sementara 36,3% populasi survei menilai meski dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu, politik dinasti akan menghambat demokrasi di Indonesia. Pada kelompok ini,dukungan tampak lebih kompetitif meski pasangan Prabowo-Gibran masih unggul dengan 34.2%, Anies-Muhaimin 32.8%, dan Ganjar-Mahfud 28.8%. "Ternyata dinasti politik sama dengan politik uang, mereka mengalami normalisasi," ujar Burhan.

Menanggapi temuan tersebut, Direktur Eksekutif The Habibie Center Hasan Ansori mengatakan bahwa narasi politik dinasti dan polemik putusan MK nomor 90 secara perlahan bakal menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pasangan Prabowo-Gibran.

"Saya percaya isu itu akan berdampak pada trust masyarakat dalam jangka panjang. Bukan sekarang, Pilpres masih di februari," kata Ansori.

Dia meyakini apabila narasi keberanan politik dinasti dan polemik putusan MK terbangun di masyakakat akan secara perlahan menggerus elektabilitas Prabowo-Gibran. Dia menilai, proses terpilihnya Gibran sebagai cawapres Prabowo merupakan tindakan yang jauh dari semangat demokrasi.

"Kalau peristiwa putusan MK itu dinormalisasi, maka bisa sangat mungkin terjadi pada pejabat siapa pun. Sama seperti UU ITE, siapa saja bisa kena, kita tidah tahu," ujar Ansori.

Halaman:
Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...