Kemenkes Klaim Nyamuk dengan Wolbachia 77% Efektif Lawan DBD
Intervensi menggunakan bakteri Wolbachia juga berhasil mengurangi kebutuhan fogging sekitar 80%. Ini adalah metode pembunuhan nyamuk Aedes aegypti lewat insektisida asap. Menurut Riris, bakteri Wolbachia bisa mengurangi pengeluaran untuk fogging dan juga biaya rawat inap.
Pelengkap Fogging dan Vaksin
Meski demikian, peneliti UGM Adi Utarini menyebut Wolbachia bukanlah pengganti dari program fogging dan vaksinasi yang sudah ada. Ia melihat teknologi ini sebagai pelengkap.
“Selain manfaat dari sisi pembiayaan, Wolbachia lebih aman lingkungan. Soalnya, fogging juga pakai zat kimia. Kalau Wolbachia ini green technology,” kata Utarini.
Selain DBD, Riris menemukan bahwa Wolbachia juga bisa mencegah kasus Zika dan Chikunguya. Nyamuk Aedes aegypti diketahui bisa menularkan empat jenis penyakit; Zika, DBD, Chikunguya, dan yellow fever.
Sebelumnya, penelitian Wolbachia untuk penanganan DBD di Indonesia sudah berjalan sejak 2017 di Yogyakarta dan pelepasannya pada 2021. Teknologi ini akan disebarkan ke lima kota, yakni Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang.
Strategi pengendalian DBD ini sudah masuk dalam Strategi Nasional sesuai dengan Kepmenkes nomor 1341 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue.
Adapun teknologi ini bekerja dengan memasukkan bakteri Wolbachia ke nyamuk Aedes aegypti betina, sehingga bila betina itu kawin, telurnya sudah berbakteri Wolbachia. Bakteri ini bisa melumpuhkan virus dengue, penyebab DBD yang hidup di nyamuk Aedes aegypti. Selanjutnya, telur nyamuk diletakkan di tempat tinggal masyarakat dan menetas dan menjadi nyamuk dewasa. Siklus ini akan terjadi terus menerus sehingga menekan jumlah penyakit DBD.