Jakarta Masuk Posisi Ketujuh dengan Kualitas Udara Terburuk di Dunia
Daerah Khusus Ibukota Jakarta menduduki posisi ketujuh sebagai kota dengan polusi udara terburuk di dunia pada Rabu pagi (29/11). Padahal, pekan lalu kualitas udara di Jakarta sudah membaik dan tidak masuk dalam urutan 20 besar sebagai kota dengan udara terburuk di dunia
Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 08.25 WIB, Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 159 atau masuk dalam kategori tidak sehat.
Adapun posisi Indonesia berada di bawah Lahore, Pakistan; Hanoi, Vietnam; Karachi, Pakistan; Delhi, India; Dhaka, Bangladesh; dan Kolkata, India.
IQAir menunjukkan, konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 2,1 kali di atas nilai panduan kualitas udara tahunan WHO pada pukul 08.25 WIB. PM2.5 atau particulate matter 2.5 adalah partikel udara yang berdiameter lebih kecil dari atau sama dengan 2,5 µm (mikrometer).
Partikel itu memiliki risiko kesehatan paling besar di antara pengukuran polusi udara lainnya. PM2.5 dapat bersumber dari asap kendaraan bermotor, hasil pembakaran pembangkit listrik, proses industri, asap pembakaran, asap rokok.
PM2.5 juga dapat terbentuk dari reaksi kimia polutan di udara atau atmosfer, di antaranya sulfur dioksida, nitrogen oksida, ammonia, black carbon, debu mineral, yang bereaksi dengan air dan materi organik lainnya.
Sementara itu, suhu udara di Jakarta pagi ini 26 derajat celsius dengan kelembaban 84%. Gerak angin 6,8 kilometer per jam (km/h), dan tekanan udara 1010 milibar atau mb.
El Nino Berlanjut hingga Februari 2024
Kualitas udara antara lain dipengaruhi oleh iklim, termasuk fenomena El Nino. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa El Nino masih akan berlanjut hingga Februari 2024.
"BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia memprediksi El Nino terus bertahan pada level moderat hingga periode Desember 2023-Januari-Februari 2024, sementara IOD Positif akan terus bertahan hingga akhir tahun 2023," ujar Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam keterangan tertulis, Kamis (2/11).
Dia mengingatkan dampak lanjutan dari kombinasi El Nino dan IOD positif yang menjadi pemicu kekeringan di Indonesia. Dampak lanjutan tersebut mempengaruhi sejumlah sektor, yaitu:
1. Pertanian