Kebocoran 204 Juta Data Pemilih Dinilai Tak Pengaruhi Hasil Pemilu
Sebelumnya, sebanyak 204 juta data KPU atau pemilih Pemilu di situs kpu.go.id diduga bocor. Informasi ini kemudian dijual oleh hacker dengan nama Jimbo senilai US$ 74 ribu atau sekitar Rp 1,2 miliar di dark web. Hacker Jimbo membagikan 500 ribu data contoh yang didapatkan dari salah satu unggahan di situs Breach Forums. Situs ini menjadi tempat jual beli data hasil peretasan.
Peretas itu juga mengunggah beberapa tangkapan layar dari situs cekdptonlind.kpu.go.id untuk memverifikasi kebenaran data yang ia dapatkan. Hacker Jimbo menyampaikan, dirinya memperoleh 252 juta data pemilih Pemilu dari situs KPU. Setelah disaring, terdapat 204.807.203 data unik dari 514 kabupaten kota, serta 128 negara perwakilan.
Data pemilih Pemilu yang diperoleh hacker Jimbo mencakup nomor induk kependudukan alias NIK, nomor kartu keluarga dan kartu tanda penduduk atau KTP maupun paspor. Selain itu, memuat nama lengkap, jenis kelamin, tanggal dan tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, RT, RW, kodefikasi kelurahan, kecamatan dan kabupaten, serta kodefikasi TPS.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, tim gabungan masih berupaya untuk memastikan kebenaran informasi kebocoran data tersebut. Tim gabungan mengecek informasi ini terdiri dari Tim Siber Polri, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara alias BSSN dan juga Badan Intelijen Negara (BIN).
"Nanti kalau sudah ada indikasi, sudah jelas tentu ada tindakan lanjutan. Tapi yang paling penting sekarang sedang diperiksa, sedang dicek, sedang dilacak kebenaran informasi tersebut," kata Hasyim di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (29/11).
Hasyim mengatakan, tim gabungan itu sudah terbentuk sejak jauh hari untuk secara khusus mengamankan sistem informasi yang digunakan untuk proses Pemilu.
Pada kesempatan tersebut, Hasyim mengatakan KPU bukanlah otoritas tunggal yang menggenggam data pemilih Pemilu.