Bawaslu Catat 1.200 Kasus Pelanggaran Pemilu 2024
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mencatat pelanggaran etik dan netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) mendominasi dari 1.200 kasus pelanggaran selama tahapan Pemilu 2024.
Komisioner Bawaslu RI Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Masyarakat, Lolly Suhenty, mengatakan pelanggaran etik menempati tempat tertinggi dari 1.200 kasus pelanggaran pada Pemilu 2024. Sementara pelanggaran tertinggi kedua adalah netralitas ASN.
"Pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara yang banyak dilaporkan dan ditemukan serta netralitas ASN di berbagai wilayah di Indonesia," ujarnya dikutip dari Antara.
Dia mengatakan, netralitas ASN terjadi karena beberapa faktor, di antaranya karena inisiatif sendiri atau bahkan terkondisikan.
Menurut Lolly, Bawaslu berkewajiban melakukan pengawasan sepanjang Pemilu 2024. Bawaslu selalu mengupayakan pencegahan terhadap peserta pemilu, partai politik, ASN dan masyarakat umum, agar tidak menjadi temuan dengan sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Lolly berharap pemilu dapat berjalan dengan aman, nyaman, jujur dan adil tanpa ada pelanggaran yang dilakukan berbagai kalangan termasuk penyelenggara."Kami akan terus meningkatkan pengawasan sampai Pemilu 2024 dinyatakan selesai," katanya.
Dia menambahkan, masyarakat dapat membantu pihaknya dalam melapor jika menemukan pelanggaran netralitas atau pelanggaran yang dilakukan penyelenggara.
"Kita lakukan pencegahan dan memastikan apakah sebuah perkara terjadi pelanggaran atau tidak sekaligus penindakan-nya," kata Lolly.
Banyak TPS Tak Penuhi Syarat
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) telah melakukan pemetaan tempat pemungutan suara (TPS) yang rawan gangguan atau hambatan pada Pemilu 2024.
Hasilnya, kerawanan paling banyak ialah adanya pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tidak memenuhi syarat. Indikator kerawanan ini ditemukan di 125.224 TPS.
Berikut ciri-ciri pemilih yang tidak memenuhi syarat menurut Bawaslu:
- Pemilih tidak dikenali;
- Pemilih sudah meninggal;
- Pemilih berstatus anggota TNI/Polri;
- Pemilih bukan penduduk setempat;
- Pemilih ganda;
- Pemilih hilang ingatan; dan
- Pemilih di bawah umur.
Bawaslu juga menemukan ada indikator kerawanan lain yang terkait penggunaan hak pilih, keamanan, kampanye, netralitas, logistik, lokasi TPS, serta jaringan listrik dan internet.