Cek Data: Untung atau Rugi Pembedaan Tarif KRL?

Vika Azkiya Dihni
12 Januari 2023, 14:28
KRL, tarif KRL, penumpang KRL
ANTARA FOTO/Fauzan/tom.
Sejumlah penumpang kereta listrik (KRL) Commuterline berjalan menuju pintu keluar Stasiun Tangerang, Banten, Kamis (29/12/2022).

Persoalannya, jika rencana pengurangan subsidi tarif jadi dilaksanakan dikhawatirkan dapat menyebabkan penumpang KRL beralih ke kendaraan pribadi. Apalagi wacana ini bersamaan dengan rencana pemerintah memberikan subsidi pembelian kendaraan listrik. 

Hal ini berpotensi menyebabkan kemacetan di jalan raya. Apalagi belum tentu semua pengguna kendaraan pribadi beralih ke kendaraan listrik sehingga bisa meningkatkan polusi udara. Sementara dari sisi fiskal, pemerintah dapat terbebani oleh subsidi BBM. 

Beban Komuter Pengguna Transportasi Publik

Berdasarkan hasil survei komuter Jabodetabek 2019, dari 29 juta penduduk Jabodetabek berusia 5 tahun ke atas, sekitar 11% merupakan penduduk komuter. Mereka adalah pelaku perjalanan rutin pergi dan pulang untuk bekerja, sekolah, dan sebagainya antara tempat tinggal dan tempat bekerja yang berbeda kabupaten/kota setiap hari. Adapun 80,5% kegiatan utama kaum komuter ini adalah bekerja.

BPS mencatat, mayoritas komuter Jabodetabek yang bekerja menggunakan kendaraan pribadi, terutama sepeda motor, sebagai moda transportasi utama untuk berpergian. Sementara yang terbanyak berikutnya adalah menggunakan kereta.

Melihat penghasilan para pekerja komuter, mereka yang berada pada kelompok penghasilan di atas Rp5 juta, mayoritas (lebih dari 50%) menggunakan sepeda motor untuk pulang pergi. Data ini menunjukkan, masyarakat kebanyakan memilih moda transportasi yang lebih mudah dan ekonomis seperti sepeda motor.

Memang tarif KRL yang berlaku saat ini terbilang murah, tetapi tidak semua masyarakat bertempat tinggal dekat dengan stasiun. Ini salah satu alasan mengapa komuter tidak ingin beralih menggunakan transportasi umum, karena jauhnya akses ke kendaraan umum dan biaya mahal. 

Meski dapat menikmati ongkos KRL yang relatif murah, pengeluaran transportasi masyarakat tetap tinggi. Pengeluaran tersebut terutama untuk biaya perjalanan dari rumah ke stasiun dan dari stasiun ke tempat tujuan. Dengan dasar ini, jika ada kenaikan tarif KRL untuk “orang kaya” ada kemungkinan mereka beralih ke sepeda motor.

Selain itu, menurut kajian Bank Dunia, belanja transportasi yang tepat bagi masyarakat adalah maksimal 10% dari pendapatan bulanan. Kajian ini berdasarkan riset dari negara-negara di Amerika Latin dan negara di Kepulauan Karibia pada 2007.

Sementara itu hasil penelitian Badan Litbang Perhubungan pada 2013 menyebutkan, pengguna KRL Jabodetabek mengeluarkan 32% dari pendapatan tetap bulanan untuk transportasi. 

Meskipun besarnya biaya tersebut tidak disebabkan oleh tarif KRL, melainkan ongkos transportasi lain dari dan menuju stasiun. 

"Jadi jangan hanya fokus pada tarif KRL. Namun bagaimana kita merancang biaya transportasi bisa kurang dari 10% dari pendapatan bulanan,” kata dosen Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno dikutip dari Katadata.co.id.

Referensi:

Bank Dunia, “Affordability and Subsidies in Public Urban Transport” (diakses 11 Januari 2023)

CNN Indonesia, “Pemerintah Butuh Rp7,8 T untuk Subsidi 1,2 Juta Unit Motor Listrik” (diakses 11 Januari 2023) 

Laporan Tahunan PT KCI 2021, (diakses 11 Januari 2023). 

Nota Keuangan dan RAPBN 2022, (diakses 11 Januari 2023).

PT KAI, “Informasi Berkala” (diakses 11 Januari 2023). 

Sekretariat Presiden, “Keterangan Pers Menteri Perindustrian Terkait Insentif Kendaraan Listrik, Brussels, 14 Desember 2022”, (diakses 11 Januari 2023).

Statistik Komuter Jabodetabek 2019, (diakses 11 Januari 2023). 

---------------

Jika Anda memiliki pertanyaan atau informasi yang ingin kami periksa datanya, sampaikan melalui email: [email protected].

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...