BI Catat Pemakaian Uang Elektronik Melonjak, Transfer Bank Menurun

Cindy Mutia Annur
23 September 2019, 18:03
BI mencatat, transaksi menggunakan uang elektronik terus tumbuh.
Katadata/Desy Setyowati
Ilustrasi, salah satu merek minuman menyediakan layanan pembayaran mulai dari GoPay, OVO, DANA hingga LinkAja. BI mencatat, transaksi menggunakan uang elektronik terus tumbuh.

Bank Indonesia (BI) mengatakan bahwa penggunaan uang elektronik terus meningkat. Di saat yang sama, transfer bank justru menurun. BI pun menilai teknologi finansial (fintech) pembayaran berpotensi untuk terus tumbuh.

Walau demikian, Asisten Gubernur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta mengatakan, porsi fintech terhadap total layanan pembayaran di Indonesia masih jauh lebih kecil dibanding perbankan. Setidaknya, kontribusi bank mencapai 80% dari total layanan keuangan.

Namun, BI juga mencatat bahwa penggunaan layanan pembayaran perbankan justru menurun. Dulu, porsi transfer bank bisa mencapai 55% dari total. Saat ini, kontribusinya berkurang menjadi 46%.

Sebaliknya di saat yang sama, penggunaan uang elektronik justru meningkat dari 12% menjadi 23%. “Artinya ada perubahan pola pikir masyarakat yang sudah mulai terbiasa dengan penggunaan fintech ini," kata Filianingsih di sela-sela acara Fintech Summit di JCC, Jakarta, Senin (23/8).

(Baca: Menteri Darmin Beri Empat Tugas kepada Pelaku Industri Fintech)

Layanan keuangan fintech pembayaran, kata dia, kian dibutuhkan seiring dengan perkembangan ekonomi digital. Produk industri ini biasanya digunakan untuk transaksi di e-commerce hingga kios yang berjualan di mal hingga pasar tradisional.

Advertisement

Selain itu, menurutnya ada tiga faktor yang mendorong pertumbuhan fintech pembayaran. Ketiganya adalah teknologi, preferensi dari masyarakat, dan otoritas.

Pertama, ia menilai teknologi fintech berkembang cepat. Ia mencontohkan, layanan pembayaran berbasis kode Quick Response (QR Code) makin banyak digunakan. Kedua, pelaku usaha di industri ini merilis dompet digital (e-wallet) yang memudahkan konsumen bertransaksi.

Terakhir, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan otoritas keuangan lainnya merespons kehadiran fintech dengan merilis beberapa kebijakan. Ia menilai, regulasi yang ada cukup untuk mendorong pertumbuhan bisnis ini.

"Meskipun share-nya (fintech) masih kecil dibandingkan perbankan, tetapi kami harus lihat potensi di balik itu bahwa pertumbuhannya tinggi," kata dia.

(Baca: Ada Fintech, BI Optimistis Inklusi Keuangan Capai Target 75% Tahun Ini)

Filianingsih menegaskan, perbankan tidak perlu curiga terhadap kehadiran dan menjamurnya pelaku fintech pembayaran. "Justru kita perlu menciptakan sinergi antara perbankan dan fintech, karena masing-masing punya keunggulan kompetitifnya. Hal ini bisa mendorong ekonomi keuangan digital,” katanya.

Saat ini, BI telah memberikan izin kepada 58 penyelenggara teknologi finansial dan 38 penyelenggara uang elektronik. Berdasarkan data Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), 70% portfolio fintech merupakan masyarakat yang belum mendapat akses keuangan (unbanked) dan terlayani bank (underserve).

(Baca: Darmin Sebut Fintech Ampuh Dorong Inklusi Keuangan Dibandingkan Bank)

Reporter: Cindy Mutia Annur
News Alert

Dapatkan informasi terkini dan terpercaya seputar ekonomi, bisnis, data, politik, dan lain-lain, langsung lewat email Anda.

Dengan mendaftar, Anda menyetujui Kebijakan Privasi kami. Anda bisa berhenti berlangganan (Unsubscribe) newsletter kapan saja, melalui halaman kontak kami.

Artikel Terkait