Konglomerat Makin Masif Suntik Startup, BCA Siapkan Rp 400 Miliar
Investor dari kalangan modal ventura memperkirakan, konglomerat dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) semakin masif berinvestasi di startup tahun ini. Bank Central Asia (BCA) misalnya, menganggarkan dana lewat Central Capital Ventura Rp 400 miliar.
Itu bertujuan mengembangkan portofolio bisnis rintitas atau startup. "Kami berikan wewenang kepada mereka (Central Capital Ventura) untuk menentukan ke bidang mana yang akan dimasuki," kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dalam konferensi pers, Kamis (27/1).
Jahja mengatakan, Central Capital Ventura sudah berinvestasi di 26 startup. Berdasarkan laman jejaring, beberapa perusahaan rintisan itu di antaranya OY!, Qoala, Airwallex, KlikACC, Akseleran, GPN, Wallex hingga pengembang gim Agate.
Untuk industri game, Jahja berharap ada banyak gim lokal yang go internasional, mengingat potensinya mencapai US$ 2 miliar atau Rp 28,9 triliun. Saat ini, Indonesia menempati peringkat 16 dunia soal pasar terbesar gim.
"Mudah-mudahan nanti ada banyak yang menyusul Garena (untuk go internasional)," kata Jahja.
Dalam paparan publik Oktober 2021, ia mengatakan bahwa kebijakan untuk terus berinvestasi di sejumlah startup karena potensinya besar. Investor global pun masif menyuntik modal perusahaan rintisan Tanah Air.
Investasi ke startup juga bertujuan mendukung bisnis digital BCA. “Maka, kami betul-betul mencoba untuk mengembangkan venture capital ini. Kami akan terus mencari startup bagus dan bisa big profit juga nantinya," ujar dia.
Selain BCA yang ada di bawah Grup Djarum, Grup Lippo gencar berinvestasi ke startup Indonesia sejak 2014. Ini menjadi bagian dari strategi CEO Grup Lippo John Riady dalam pengembangan bisnis di bidang teknologi dan digital.
John menyampaikan, teknologi dan dunia digital tumbuh pesat sejak beberapa tahun terakhir. Grup Lippo pun berinvestasi dan ekspansi di sektor teknologi dan digital sejak 2014.
“Kami mulai investasi di dunia startup pada 2014, dulu namanya Ventura. Saat itu, kalau kami masuk ke semua perusahaan teknologi di Indonesia, seperti Tokopedia, Traveloka, Gojek, total kapitalisasinya sekitar US$ 60 juta,” kata John dalam keterangan pers, bulan lalu (23/12/2021).
Investor asing seperti SoftBank, Sequoia, Golden Gate Ventures (GGV), bahkan Alibaba pun menyuntik modal perusahaan rintisan Nusantara. Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Rudiantara menyebutkan, kontribusi investor dalam negeri terhadap pendanaan startup Indonesia hanya 10%.
John menilai, perkembangan teknologi di Indonesia sangat cepat. Ini kemudian berdampak pada perubahan pola pikir dan perilaku konsumen, serta pola bisnis.
“Pada saat angin mulai meniup, ada yang membangun tembok, ada pula yang membangun kincir angin,” kata John mengutip salah satu pepatah.
CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro memprediksi, konglomerat seperti Sinar mas, Grup Djarum, Grup Lippo hingga PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) masif berinvestasi ke startup, terutama yang berhubungan dengan bisnis utamanya. Ini bertujuan mendorong digitalisasi di layanan utama perusahaan raksasa.
"Konglomerat akan tetap mencari investasi karena memang semua lini bisnis bisa diperbaiki dengan digitalisasi," kata Eddi kepada Katadata.co.id, dua bulan lalu (9/11/2021).
Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani mengatakan, konglomerat menyasar startup karena melihat tren global. Di Cina dan Amerika Serikat (AS), kapitalisasi pasar tidak lagi didominasi oleh sektor energi, tapi teknologi.
Alhasil, menurut dia, perusahaan menganggap digitalisasi bisnis menjadi keharusan. "Mereka akan semakin melengkapi portofolio investasinya di startup bahkan bisa mendisrupsi bisnis konvensional utamanya," kata Edward kepada Katadata.co.id, akhir tahun lalu (8/11/2021).