Tiga Tanda Startup Masih Dilirik Investor saat Likuiditas Dana Seret
Investor dari kalangan modal ventura akan lebih selektif dalam mendanai startup, karena mempertimbangkan kondisi ekonomi global. Meski begitu, ada beberapa perusahaan rintisan yang tetap diminati meski likuiditas mengering.
CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengatakan, investor kini mengurangi porsi pendanaan ke startup karena likuiditas berkurang. Langkah ini utamanya dilakukan oleh investor luar negeri.
Sedangkan pengetatan likuiditas terjadi karena dua faktor, yakni:
- Kebijakan moneter bank sentral di banyak negara
- Perang Rusia dan Ukraina yang berpengaruh terhadap suplai
Dia memperkirakan, pengetatan likuiditas itu terjadi dalam satu sampai dua tahun. “Saya tidak tahu juga. Ini perkiraan saja,” ujar Eddi kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (27/5).
Meski begitu, investor akan tetap berinvestasi di startup. Menurutnya, ada banyak sektor yang menarik untuk dilirik, seperti e-commerce, teknologi finansial (fintech), kuliner (foodtech), kesehatan (healthtech), atau pendidikan (edutech).
Namun, setiap investor, terutama modal ventura memiliki mandat yang berbeda. Ada yang berfokus mendanai startup fintech. Ada juga yang terbuka untuk semua sektor.
Oleh karena itu, investor akan lebih memerhatikan kemampuan startup untuk bertahan dan mencetak keuntungan, sebelum berinvestasi. Dengan begitu, ciri-ciri perusahaan rintisan yang diminati oleh investor saat likuiditas kering yakni:
1. Sudah siap untuk mencetak keuntungan atau arus kas positif
“Lebih ke startup yang sudah mature untuk dapat profit dan cashflow positif,” katanya.
2. Berada pada tahap growth stage
“Kalau early stage berisiko,” tambah Eddi.
3. Memiliki exit strategy yang jelas
Exit strategy adalah pendekatan yang direncanakan untuk mengakhiri investasi dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalkan kerugian. Ini bisa berupa IPO, merger, atau akuisisi.
“Apakah mau mencatatkan saham perdana alias IPO atau yang lain, itu harus jelas. Sekarang sudah lebih selektif, tidak seperti empat atau delapan tahun lalu,” ujar dia.
“Saat likuiditas seperti sekarang ini, investor lebih konservatif. Sama seperti saham. Saat uang sedang susah (didapat), ya ke saham blue chip. Kalau uang banyak, ya ke saham ‘gorengan’, tidak ada salahnya,” tambah dia.
Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani mengatakan, kondisi ekonomi global membawa sentimen negatif bagi pendanaan startup, termasuk di Indonesia.
Meski begitu, investasi akan tetap ada, namun menyesuaikan fundamental startup dan potensi pasar yang menjanjikan.
Ia juga memperkirakan, tren penurunan pendanaan startup berlangsung maksimal dua tahun. “Sentimen bisa berpengaruh sesaat dan tergantung situasi,” kata Edward.
Berdasarkan data dari DSInnovate DailySocial, ada 76 pendanaan ke startup Tanah Air yang diumumkan ke publik pada kuartal pertama tahun ini.
Dari 50 pendanaan yang menyebutkan nominal, total investasinya US$ 1,22 miliar atau Rp 17,7 triliun. Angka ini meningkat dua kali lipat dibandingkan kuartal I 2021 40 pendanaan.
Total investasi startup tahun lalu mencapai US$ 554,7 juta atau Rp 8 miliar dari 24 transaksi yang diumumkan nominalnya.
Katadata.co.id mencatat, setidaknya ada 22 startup Indonesia yang mendapatkan suntikan dana selama kuartal I. Sektor startup yang memperoleh pendanaan beragam mulai dari social commerce, fintech hingga quick commerce.
Katadata.co.id juga mencatat, pendanaan masih mengalir ke startup quick commerce seperti Astro hingga akhir Mei.
Dikutip dari Statista, quick commerce merupakan istilah yang menggambarkan bentuk e-commerce dengan pengiriman pesanan dalam jumlah kecil namun cepat.
Produk di platform quick commerce biasanya harus cepat diantar, seperti bahan makanan segar atau produk-produk rumah tangga.