Cara UMKM Kuliner Daerah Raup Omzet Ratusan Juta via Aplikasi Digital
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kuliner di Tarakan, Kalimantan Utara yakni Smile Food dan Nasi Kota-KU membukukan omzet hingga ratusan juta per bulan. Keduanya memenfaatkan platform digital seperti GrabFood dan GrabExpress.
Berdiri pada 2018, Smile Food menjual makanan berupa salad, asinan hingga rujak Bangkok. Sebelum pandemi corona, pemilik Smile Food Rosliana mengatakan bahwa pesanan bisa mencapai 200 paket per hari.
Saat pandemi Covid-19, orderan meningkat menjadi 500 sampai 600 paket per hari. Ini karena Smile Food merambah platform digital seperti GrabFood sejak 2018, dan ada banyak pesanan melalui aplikasi.
"Dalam sehari omzet bisa sampai Rp 5 juta," kata perempuan yang akrab disapa Liena itu di Tarakan, Kalimantan Utara, Rabu (9/6). Omzet UMKM ini sebulan bisa mencapai Rp 150 juta.
Ia juga memanfaatkan layanan logistik GrabExpress untuk menjual produk ke luar Tarakan, seperti Tanjung Selor dan Nunukan. Ini karena banyaknya pesana lewat media sosial.
UMKM kuliner lainnya, Nasi Kota-KU juga memanfaatkan platform digital. "Dalam sebulan, omzet bisa sampai puluhan juta rupiah," kata pemilik Abimanyu Prakarsa.
Usaha yang dirintis sejak 2018 itu terdaftar di GrabFood. Abimanyu mencatat, pesanan meningkat hingga 30% sejak bergabung.
Nasi Kota-KU menjual aneka kuliner seperti ayam lalap dan geprek hingga katsu. UMKM ini menerapkan omnichannel dengan membuka toko offline dan online.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) mencatat, ada empat juta UMKM baru yang merambah platform digital selama setahun terakhir. Maka, totalnya sekitar 13 juta saat ini.
Walikota Tarakan Khairul mengatakan, UMKM di wilayahnya juga merambah platform digital untuk mendorong transaksi. Namun, ia menilai ada empat tantangan utama digitalisasi UMKM di daerah.
Pertama, literasi digital rendah, sehingga perlu diedukasi terkait strategi penjualan hingga risiko yang akan dihadapi di ekosistem digital seperti penipuan atau penyalahgunaan data pribadi.
Kedua, kesulitan meningkatkan produksi untuk memenuhi permintaan. Padahal, laporan East Ventures tentang Digital Competitiveness Index di Indonesia 2021 menunjukkan bahwa Kalimantan Utara menempati peringkat 14 dari 34 provinsi dengan tingkat daya saing digital tertinggi.
Ketiga, layanan keuangan lebih banyak tersedia di lokasi tertentu atau terpusat di perkotaan. Terakhir, akses infrastruktur internet belum merata.