70% Fintech Indonesia Butuh Aturan Privasi dan Keamanan Data
Laporan Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menunjukkan, 70% startup teknologi finansial (fintech) membutuhkan peningkatan kebijakan terkait privasi dan keamanan data. Di satu sisi, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga menyoroti perlindungan konsumen di sektor ini.
Aftech menggelar Annual Members Survey 2021 pada bulan lalu dan merilis laporan yang dikembangkan berdasarkan survei tahunan terhadap anggota.
Hasilnya, startup fintech yang menjadi responden percaya bahwa ada tiga aspek perlindungan pelanggan yang sangat penting untuk bisnis. “Ketiganya yaitu privasi dan keamanan data, keandalan, dan transparansi,” demikian dikutip dari laporan Annual Members Survey 2021, Rabu (6/4).
Hal itu karena ada tiga prinsip pokok yang menjadi perhatian pelanggan fintech, yaitu:
- Privasi dan keamanan data (89%)
- Keandalan (66%)
- Transparansi (59%)
“Secara spesifik, penyelesaian sengketa yang sederhana dan cepat juga menjadi aspek yang diperhatikan, terutama oleh konsumen fintech yang memimpin pasar,” demikian dikutip.
Sebanyak 13% responden pun menggelar edukasi atau literasi pelanggan dengan melaksanakan lebih dari 20 program terkait keamanan data dan privasi. Selain itu, 61% menyatakan telah menerapkan standar internasional ISO 27001 (Information Security Management) dan General Data Protection Regulation (GDPR).
Kemudian, 80% responden telah menerapkan kode perilaku industri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menyoroti pentingnya asosiasi seperti Aftech untuk berperan aktif pada masalah perlindungan konsumen di fintech. Ia menegaskan bahwa masalah ini, termasuk perlindungan data dan infrastruktur, secara teknis memberikan jaminan bahwa fintech fungsional dan dapat digunakan oleh masyarakat.
"Aftech diharapkan terus memegang komitmen untuk bersinergi dan kolaborasi baik dengan seluruh penyelenggara sektor jasa keuangan, serta mendorong upaya mempercepat digitalisasi dan mendukung pemulihan ekonomi Indonesia," kata dia dalam keterangan pers.
Di satu sisi, pembahasan Rancangan Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) tak kunjung tuntas. Regulasi yang ditarget rampung tahun lalu itu kembali molor dan masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU prioritas tahun ini.
Anggota Komisi I DPR RI dari Partai Kesejahteraan Rakyat (PKS) Sukamta mengatakan, belum rampungnya RUU Perlindungan Data Pribadi memang membuat penanganan kasus kebocoran data oleh pemerintah menjadi lambat. Menurutnya, pemerintah seakan membiarkan kasus tanpa jelas upaya tindak lanjutnya.
"Pemerintah ini mungkin kebingungan mau mengambil langkah hukum terkait kebocoran data," kata Sukamta kepada Katadata.co.id, pada Januari (22/1).
Dia mengatakan, DPR berulang kali mendesak untuk segera diselesaikan RUU Perlindungan Data Pribadi. "Ini sudah lima masa sidang RUU dibahas, tapi pihak pemerintah masih tarik ulur dalam beberapa pasal," ujarnya.