Demo Ricuh di Kantor Grab, Pengemudi Tuntut Tarif hingga Kemitraan

Desy Setyowati
29 Oktober 2018, 20:17
Demo GrabBike
ANTARA FOTO/Reno EsniR
Massa driver GrabBike berunjuk rasa di Kantor Grab Indonesia di Jalan Denpasar, Kuningan, Jakarta, Desember 2016.

Mitra pengemudi ojek dan taksi online kembali menggelar unjuk rasa di depan kantor Grab. Unjuk rasa sempat berlangsung ricuh hingga memecahkan kaca depan gedung dan polisi menembakkan gas air mata. Namun, Grab tetap enggan memenuhi tuntutan para demonstran.

Anggota Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono menyatakan bahwa tuntutannya adalah tarif minimal Rp 3 ribu per kilometer. Selain itu, Grab juga diminta menghilangkan suspensi atau putus hubungan kemitraan secara sepihak. "Jadi tuntutan untuk ojek masih sama seperti sebelumnya," kata Igun saat dihubungi, Senin (29/10).

Sementara, Anggota Asosiasi Driver Online (ADO) Reffy menyatakan beberapa poin tuntutan lain. Di antaranya adalah penghapusan skema poin dan potongan pendapatan mitra pengemudi.

Selain itu, mereka juga meminta Grab menghentikan diskriminasi dan order prioritas bagi mitra tertentu. “Kami ingin bisnis transportasi online yang lebih adil dan professional,” ujarnya.

Sementara, Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menjelaskan, perusahaannya tidak akan mentolerir perilaku anarkis yang dilakukan oleh beberapa demonstran. "Kami sedang berkoordinasi dengan pihak berwenang," katanya.

Ridzki juga menyatakan bahwa Grab tidak akan memenuhi tuntutan para mitranya. Menurutnya, keputusan pemutusan hubungan kemitraan (blacklist) diberlakukan kepada mitra pengemudi yang terbukti melakukan tindakan kriminal dan melanggar kode etik Grab.

(Baca juga: Grab Berhentikan Puluhan Ribu Pengemudi Nakal)

Menurutnya, langkah tegas tersebut diambil untuk melindungi masyarakat. Selain itu, Grab juga berupaya menjaga mitranya yang bekerja dengan baik.

"Teknologi kami memungkinkan para pengemudi untuk mendapatkan penghasilan yang baik, dengan lebih efisien tanpa harus menggunakan cara-cara curang," katanya.

Ridzki juga menyatakan bahwa sebagian besar pengemudi yang sering melakukan unjuk rasa telah mendapatkan amnesti atas tindak kecurangan yang dilakukannya sejak 2017 lalu. Namun, kesempatan tersebut disia-siakan.

"Keputusan kami sudah tepat untuk tidak membiarkan mereka berada di platform Grab," ujar dia. Ia menambahkan, "Keselamatan dan keamanan para pengguna adalah prioritas utama Grab dimana segala bentuk kekerasan dan tindak kejahatan tidak akan ditoleransi."

Grab juga membuka ruang bagi mitra pengemudi untuk berpendapat. Sejak awal tahun, Grab mengadakan 5 ribu pertemuan langsung dengan berbagai komunitas mitra pengemudi di Indonesia. Di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) bahkan terjadi 80 kali pertemuan setiap bulannya.

(Baca juga: Go-Jek dan Grab Bersaing Beri Program Khusus bagi Pengemudi)

Langkah serupa juga dilakukan oleh Go-Jek. Vice President Corporate Communications Go-Jek Michael Reza Say mengatakan, perusahannya tidak akan memberikan amnesti kepada mitra yang melanggar hukum.

Untuk itu, Go-Jek tidak melakukan open suspend secara massal. "Itu sama sekali berseberangan dengan prinsip kami untuk melindungi konsumen dan mitra aktif," ujarnya, akhir pekan lalu (26/10).

Serupa dengan Grab, Go-Jek juga mengajak mitra pengemudi untuk berdiskusi. Dalam hal ini, Go-Jek rutin mengadakan pertemuan atau kopi darat (kopdar) setiap dua pekan. "Fokus kami sekarang adalah memperbaiki sistem suspensi dulu. Sudah jalan dan itu melibatkan mitra aktif," kata dia.

Reporter: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...