Startup Besar Indonesia Melirik Potensi Bisnis Ramah Lingkungan

Desy Setyowati
Oleh Desy Setyowati - Dimas Jarot Bayu
22 Februari 2021, 17:20
Potensi Bisnis Ramah Lingkungan yang Mulai Dilirik Startup Indonesia
123RF.com/Sergey Nivens
Ilustrasi

Di dalamnya mencakup target penanaman satu juta pohon dan menghasilkan 30% kebutuhan nutrisi. Selain itu, meningkatkan riset di bidang teknologi berkelanjutan lewat Research and Innovation and Enterprise Plan 2025. 

Singapura juga menjadi rumah bagi sejumlah perusahaan rintisan teknologi hijau seperti Sunseap, RWDC, SensorFlow. Tech In Asia melaporkan, investasi ke sektor ini tumbuh dari US$ 5,5 juta pada 2015 menjadi US$ 170,9 juta tahun lalu.

Direktur Mandiri Capital Joshua Agusta mencatat, startup di Indonesia yang berfokus pada bisnis ekonomi hijau relatif sedikit. Ia juga melihat, baru perusahaan-perusahaan besar yang mengembangkan layanan ramah lingkungan.

Startup jumbo seperti Gojek pun belum memasukkan ekonomi hijau dalam bisnis inti.

“Kalau dilihat, startup yang dari awal mengejar bisnis ekonomi hijau kesulitan dari sisi model bisnis dan mencari investor. Environmentally friendly belum banyak. Investor juga tidak banyak yang paham,” ujar Joshua kepada Katadata.co.id, Senin (22/2).

Ia menilai bahwa investor saat ini tidak hanya berfokus pada bisnis ekonomi hijau, melainkan yang berdampak sosial dan lingkungan secara keseluruhan atau impact investment. Ini termasuk startup yang bergerak di ekonomi hijau, energi terbarukan, pendidikan, dan lainnya.

“Kalau pada 2035, mungkin gerakan green economy sudah mulai,” kata Joshua. “Tetapi kalau impact investment di Indonesia bisa dalam dua sampai tiga tahun ke depan.”

Impact investment diminati di Tanah Air karena jumlah penduduknya memang besar. Selain itu, ada banyak persoalan yang perlu diatasi, baik terkait pendidikan, kesehatan maupun lingkungan. “Pasar dan masalahnya besar, jadi kemungkinan investasinya besar,” ujar dia.

Data Mekar Indonesia menunjukkan, potensi impact investment di sektor energi US$ 4,44 miliar atau Rp 65 triliun. Di sektor agrikultura dan perikanan US$ 3,15 miliar (Rp 46 triliun), serta perairan US$ 2,4 miliar (Rp 31 triliun).

Total potensi investasi ke ketiga sektor itu mencapai Rp 142 triliun. “Potensi investasinya besar, tetapi belum ada yang masuk ke situ,” kata CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro dalam webinar bertajuk Sustainable Investing Opportunities, Katadata SAFE Forum 2020, Agustus tahun lalu (25/8/2020).

Ia menilai, rendahnya impact investment karena adanya anggapan peluang untung yang rendah. Selain itu, rencana kontigensi untuk melikuidasi aset atau exit strategy pada investasi ini dinilai lebih sulit.

Padahal, anggapan itu tak sepenuhnya benar. “Yang bermain di impact dan sustainable fund itu imbal hasilnya tidak kalah dengan commercial driven fund,” ujar Eddi.

Data Angel Investor Network Indonesia (ANGIN) menunjukkan, ada 120 pendanaan kepada bisnis sosial sejak 2013. Sebanyak 83 di antaranya dari impact investor, dan 27 lainnya dari modal ventura.

Nilai investasi dari impact investor selama 2019-2020 yakni US$ 147 juta atau Rp 2 triliun. Sedangkan dari modal ventura sekitar US$ 160 juta atau Rp 2,2 triliun.

Untuk nilai rata-rata per pendanaan yang diberikan (ticket size) dari impact investor yakni US$ 3 juta atau Rp 42 miliar. Sedangkan dari modal ventura US$ 2,5 juta atau Rp 35 miliar.

Data Dealroom menunjukkan, secara global, startup berdampak sosial yang paling diincar oleh investor yakni terkait perubahan iklim dan energi bersih. Investasinya berkontribusi lebih dari 50 miliar euro sejak 2015.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...