8.000 Kali Lebih Cepat Dibanding 5G, 6G Bisa Ganggu Riset Astronomis

Cindy Mutia Annur
4 Februari 2020, 14:04
8 Ribu Kali Lebih Cepat dari 5G, 6G Bisa Ganggu Penelitian Astronomis
ANTARA FOTO/REUTERS/JASON LEE
Ilustrasi, seorang insinyur berdiri di bawah stasiun pangkalan antena 5G dalam sistem uji lapangan SG178 Huawei yang hampir membentuk bola di Pusat Manufaktur Songshan Lake di Dongguan, provinsi Guangdong, Tiongkok, Kamis (30/5/2019).

Jangkauan gelombang frekuensi 6G pendek, sehingga operator perlu memasang antena mini cell secara berdekatan di banyak tempat supaya sinyalnya tidak terhalang. Cara kerja seperti ini menimbulkan kekhawatiran bahwa radiasinya lebih berbahaya dibanding generasi sebelumnya.

Bahaya seperti itu juga dikhawatirkan terjadi karena penerapan 5G. Apalagi, frekuensi 6G melebihi 5G. “Para kritikus mengatakan tidak ada penelitian yang mendalam terkait dampak 5G bagi kesehatan. World Health Organization mencantumkan sinyal seluler sebagai karsinogen (penyebab kanker) potensial, begitu juga dengan acar sayuran dan kopi,” demikian dikutip dari CNET, pertengahan tahun lalu (21/6/2019).

Lembaga non-profit asal Inggris, principia-scientific menjelaskan bahwa setiap operator perlu membangun base transceiver station (BTS) dengan jarak 100 meter di satu wilayah. Karena itu, operator perlu mendirikan lebih banyak BTS dan berdekatan.

Untuk menyediakan layanan 5G atau 6G, operator juga perlu membangun pangkalan yang berisi antena mini cell. Antena ini akan memancarkan sinyal supaya bisa terhubung dengan BTS dan perangkat pengguna. Setiap stasiun pangkalan berisi ratusan hingga ribuan antena mini cell.

Karena itu, teknologi seperti 5G atau 6G dianggap berbahaya karena radiasinya. (Baca: Kembangkan 5G, Kominfo Cari Cara Atasi Hambatan di Frekuensi 3,5 Ghz)

Wakil Direktur Eksekutif Pusat Big Data Beijing Institute of Genomics CAS Zhang Zhang juga mengatakan, ada dua  masalah utama penerapan 6G yakni soal keamanan data dan biaya. "Dengan 6G, kami mungkin mentransmisikan begitu banyak data dengan sangat cepat sehingga kami gagal melihat adanya kebocoran kecil atau risiko keamanan (data)," ujarnya.

Di satu sisi, layanan 6G dianggap terlalu mahal. “Maka, penyandang dana dan pembuat kebijakan harus menyeimbangkan biaya dan manfaat, serta menyesuaikan teknologi dengan kebutuhan pengguna,” ujar Zhang.

Sebelumnya, Kepala Dosimetri Radiasi Badan Kesehatan Masyarakat Inggris (Public Health England/PHE) Simon Mann mengatakan bahwa 5G bisa merusak otak dan kesuburan. "Ada kemungkinan peningkatan kecil dalam keseluruhan paparan gelombang radio ketika 5G ditambahkan ke jaringan telekomunikasi," kata dia dikutip dari Daily Record.

Pada 2017 lalu, pakar frekuensi radio internasional dari Universitas Helsinki Dariusz Leszczynski mengatakan, jaringan 5G bisa berdampak buruk bagi kulit ataupun mata. “Tampaknya, kita mengalami deja vu, karena pada awal 1980-an kita berpikir bahwa teknologi pemancar berdaya rendah akan aman. Tiga puluh tahun kemudian nampaknya itu mungkin bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker),” kata dia.

(Baca: Radiasinya Dianggap Berbahaya, Jepang hingga Eropa Tetap Adopsi 5G)

Halaman:
Reporter: Cindy Mutia Annur
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...