Kominfo Percepat Bangun Akses Internet di Seluruh Desa Menjadi 2022

Fahmi Ahmad Burhan
14 Desember 2020, 09:22
Kominfo Percepat Bangun Akses Internet di Seluruh Desa Menjadi 2022
ANTARA FOTO/Anis Efizudin/wsj.
Seorang mahasiswa jurusan manajemen Universitas Muhammadiyah Magelang Teara Noviani (kiri) mengerjakan Ujian Tengah Semester secara daring di pinggir jalan kawasan pegunungan Menoreh di Desa Kenalan, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Senin (20/7/2020).

Percepatan dilakukan pandemi Covid-19 memaksa masyarakat di banyak negara untuk membatasi aktivitas di luar rumah. Alhasil, internet menjadi semakin dibutuhkan.

Untuk pendidikan misalnya, pelajar diiimbau belajar dari rumah guna meminimalkan risiko penularan virus corona. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan, 68,73 juta siswa yang belajar dari rumah.

Sebanyak 41,6% di antaranya merupakan pelajar tingkat sekolah dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah/sederajat. Lalu 19% merupakan siswa tingkat sekolah menengah pertama (SMP)/MTs/sederaja. Sekitar 6% lainnya yakni pengajar. 

Namun, akses internet di Indonesia masih timpang. Berdasarkan data indeks internet inklusif (Inclusive Internet Index) dari Economist Intelligence Unit, cakupan pengguna Internet di Tanah Air sebenarnya cukup luas. Sektor rumah tangga pengguna internet Indonesia mencapai 66,2%.

Angka tersebut melebihi rata-rata negara di Asia yang hanya 59,7%. Sekitar 93% dari 267 juta penduduk juga sudah mengakses layanan 4G.

Namun kecepatan internet di Indonesia hanya 14,4 Kbps, jauh di bawah rata-rata negara Asia 30,9 Kbps. Kecepatan mengunggah data juga hanya 10,9 Kbps, sementara rerata Asia 12,9 Kbps.

Oleh karena itu, kementerian mempercepat pembangunan infrastruktur digital di seluruh desa. Namun, ada tiga tantangan dalam membangun infrastruktur di daerah 3T. Pertama, kondisi geografis yang cukup menantang, karena didominasi pegunungan dan terbatasnya akses transportasi.

Selain itu, sebagian wilayah belum mendapat pasokan listrik. "Untuk membangun infrastruktur internet di pegunungan Papua, kami butuh satu pesawat helikopter bolak-balik untuk memasang menara," kata Kepala Divisi Layanan Informasi Bakti Kominfo Ade Dimijanty Sirait, pekan lalu (8/12)

Kedua, biaya mahal. Chief Teknologi Officer XL Axiata I Gede Darmayusa mengatakan, beban modal untuk membangun sarana internet per lokasi di 3T 1,3 kali lebih tinggi dibandingkan daerah lain. Biaya operasional juga dua kali lebih besar.

"Membangun akses internet di daerah terpencil upayanya ekstra dibandingkan wilayah lain," kata Gede.

Terakhir, pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan telekomunikasi 10 kali lebih rendah dibandingkan non-3T. "Penghasilannya di bawah rata-rata, setiap membangun infrastruktur di wilayah ini," katanya.

Halaman:
Reporter: Fahmi Ahmad Burhan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...