Nilai Ekonomi Digital Indonesia Diramal Hampir Rp 6.000 Triliun
Kementerian Perdagangan (Kemendag) memprediksi, nilai ekonomi digital nasional Rp 5.718 triliun pada 2030. E-commerce berkontribusi paling besar yakni 34% atau Rp 1.908 triliun.
Posisi kedua ditempati oleh sektor business to business (B2B) services 13% atau Rp 763 triliun. Lalu pariwisata 10% (Rp 575 triliun), corporate services 9% (Rp 529,9 triliun), dan konten digital 9% (Rp 515,3 triliun).
Kemudian kesehatan 8% (Rp 471,6 triliun), mobility 7% (Rp 401 triliun), dan housing 4% (204,2 triliun). Sisanya yakni masing-masing 3% public services (Rp 175 triliun) dan pendidikan (Rp 160,4 triliun).
Meski begitu, sektor kesehatan dan pendidikan dinilai paling mengubah kondisi masyarakat. “Keduanya menjadi game changer dan menyelamatkan Indonesia," kata Menteri Perdagangan Muhamad Lutfi dalam seminar bertajuk ‘Empowering SMEs to Recover Stronger’, Jumat (11/3).
Lutfi menilai, digitalisasi di bidang pendidikan akan meringankan beban Sekolah Menengah Atas (SMA) di dalam negeri. Sebab, kapasitas tampungnya kurang dari 10 juta siswa.
Padahal, data tampung Sekolah Dasar (SD) mencapai 25 juta siswa.
Menurut dia, tantangan selanjutnya dalam meningkatkan efektivitas digitalisasi pendidikan yakni penyerapan tenaga pengajar yang berkualitas. Menurutnya, hal ini penting untuk mencapai target nasional menjadi negara maju sebelum 2040.
Lutfi mencatat, saat ini tenaga kerja dengan pendidikan minimal sarjana berkontribusi tidak lebih dari 10% terhadap total tenaga kerja. Mayoritas atau sekitar 60% tenaga kerja lokal merupakan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke bawah.
"Kita (Indonesia) harus siap mendidik (tenaga kerja) untuk mendukung pertumbuhan (ekonomi) tinggi. Kita harus merevolusi cara mengajar anak-anak. Membuat sekolah bukan masalah, masalahnya adalah menciptakan guru-guru berkualifikasi," kata Lutfi.
Lutfi menyatakan, kunci peningkatan kualitas pendidikan tenaga kerja adalah digitalisasi. Hal ini sejalan dengan salah satu tema yang akan dibawa dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, yakni ekonomi digital.
Di samping itu, Lutfi menilai bahwa digitalisasi di bidang kesehatan akan menjadi jawaban atas mismatch antara pasokan dan kebutuhan dokter di dalam negeri. Ia menilai, salah satu dokter yang sangat dibutuhkan adalah dokter ibu dan anak.
Lulusan pendidikan kedokteran yang menjadi dokter ibu dan anak di dalam negeri hanya sekitar 12 ribu sampai 20 ribu per tahun. Sedangkan total bayi yang secara nasional mencapai lima juta per tahun.
Dengan kata lain, setiap dokter baru dapat menangani kasus persalinan hingga lebih dari 400 ribu. Mereka juga menangani lebih dari 410 ribu bayi pada tahun pertama.
"Sulit untuk mendistribusikan dokter-dokter ini ke seluruh Indonesia. Oleh karena itu, (digitalisasi) ini yang diperlukan pada masa mendatang," kata Lutfi.
Selain kesehatan dan pendidikan, Lutfi mengatakan bahwa ekonomi digital akan membantu agribisnis. Digitalisasi bidang ini dinilai penting untuk menjaga hasil panen.
Digitalisasi juga mempermudah akses permodalan bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui teknologi finansial. Pada 2030, Kemendag memperkirakan nilai ekonomi digital layanan antar-bisnis dapat mencapai Rp 763 triliun.