Bahaya Pasal-Pasal Omnibus Law UU Ciptaker yang Ancam Lingkungan Hidup

Image title
6 Oktober 2020, 15:28
omnibus law cipta kerja, uu ciptaker, uu cipta kerja, lingkungan, walhi, greenpeace, dpr
123RF.com/tomwang
Ilustrasi. Pasal-pasal UU Omnibus Law Cipta Kerja dianggap bermasalah dan mengancam kelestarian lingkungan.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi Nur Hidayati menyebut pengesahaan Omnibus Law Cipta Kerja merupakan puncak pengkhianatan negara terhadap hak buruh, petani, masyarakat adat, perempuan, dan lingkungan hidup serta generasi mendatang. Pilihan mengesahkan RUU yang tidak mencerminkan kebutuhan rakyat dan alam merupakan tindakan inkonstitusional.

Terkait isu agraria, undang-undang itu dianggap melanggengkan dominasi investasi dan bakal mempercepat laju kerusakan lingkungan. Beberapa poin krusialnya adalah penghapusan izin lingkungan sebagai syarat penerbitan izin usaha, pengurangan pertanggungjawaban mutlak dan pidana korporasi, serta perpanjangan masa waktu perizinan berbasis lahan.

Ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 mengenai izin lingkungan dihapus dalam UU Cipta Kerja. Padahal, dalam aturan lama menyebutkan izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha.

Lalu, undang-undang yang baru juga menghapus soal hak setiap orang mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara atau PTUN apabila perusahaan atau pejabat menerbitkan izin lingkungan tanpa Amdal.

UU Cipta Kerja justru mengurangi dan menghilangkan partisipasi publik dalam ruang peradilan dan perizinan. Dengan kondisi itu, Walhi menyatakan mosi tidak percaya kepada Presiden, DPR, dan DPD. “Satu-satunya cara menarik mosi ini adalah negara secara sukarela membatalkan pengesahan UU Cipta Kerja,” kata dia.

Walhi menilai undang-undang itu merupakan persekongkolan jahat proses legislasi yang mengabaikan kepentingan hak asai manusia dana lam. Negara hanya berpihak pada ekonomi kapitalistik yang akan memperparah kemiskinan dan hilangnya hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

AKSI TOLAK OMNIBUS LAW
Aksi massa menolak Omnibus Law Cipta Kerja. (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww.)

35 Investor Global Kritik Omnibus Law Cipta Kerja

Niat pemerintah untuk menggenjot iklim investasi melalui UU Cipta Kerja justru mendapat kritik dari para penanam modal. Sebanyak 35 investor global, yang mewakili dana kelolaan senilai US$ 4,1 triliun, menyatakan keberadaan aturan itu justru merusak iklim investasi Indonesia.

UU Cipta Kerja dianggap berisiko melanggar standar praktik terbaik internasional yang ditujukan untuk mencegah konsekuensi berbahaya aktivitas bisnis. Pada akhirnya, hal ini dapat menghalangi masuknya investasi ke Indonesia.

Mereka menghargai upaya pemerintah untuk menyelaraskan peraturan dan mengatasi hambatan berinvestasi. Namun, para investor ini prihatin dengan modifikasi aturan itu yang berpotensi merugikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola apabila jadi diterapkan.

“Kami, para investor global yang bertanda tangan di bawah ini, menulis untuk menyatakan keprihatinan atas usulan deregulasi perlindungan lingkungan dalam UU Cipta Kerja," demikian isi surat yang salinannya diterima Katadata.co.id, Selasa (6/10).

Surat tersebut telah dilayangkan ke sejumlah menteri di Indonesia, yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavia, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Para investor khawatir perubahan pada kerangka perizinan, pemantauan kepatuhan lingkungan, konsultasi publik, dan sistem sanksi yang ada dalam Omnibus Law CIpta Kerja akan berdampak parah terhadap lingkungan, hak asasi manusia, dan ketenagakerjaan.

Kekhawatiran ini justru dianggap dapat menimbulkan ketidakpastian yang signifikan dan mempengaruhi daya tarik pasar Indonesia. “Kami mengakui kemajuan Indonesia dalam melindungi hutan tropis dalam beberapa tahun terakhir, tapi undang-undang yang diusulkan dapat menghambat upaya ini,” tulis mereka.

Apalagi, para pemilik modal secara global saat ini sedang fokus pada upaya pemulihan berkelanjutan di tengah pandemi corona untuk mencegah risiko serupa terjadi lagi. Karena itu, mereka mendorong Indonesia mengadopsi rencana pemulihan hijau untuk mengatasi kehancuran ekonomi akibat pandemi.

Termasuk dalam rencana itu adalah upaya melestarikan dan mendukung konservasi hutan dan lahan gambut. Pemerintah juga perlu membuat rencana pemulihan ekonomi dari Covid-19 dengan mengutamakan aspek sosial dan lingkungan.

Para investor menutup surat tersebut dengan mengajak pemerintah Indonesia berkolaborasi memastikan pasar negara ini berkembang ke arah berkelanjutan. “Pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan tidak harus saling eksklusif,” ucapnya. Sangat penting bagi negara untuk memastikan tidak ada dampak negatif terhadap lingkungan melalui kegiatan bisnisnya.

Hindun menyebut kritik dari 35 investor global ini semakin membuktikan Omnibus Law Ciptaker berpotensi memberi dampak negatif bagi kelestarian alam Indonesia. Tujuan aturan ini untuk mendorong investasi menjadi tidak relevan. Pasalnya, tren global saat ini adalah pengembangan ekonomi hijau.

Sikap pemerintah yang tak lagi peduli dengan standar lingkungan justru melanggengkan investasi buruk ke Indonesia. "Apakah kita mau, negara tereksploitasi dengan model bisnis seperti itu, bukan investor yang doing a good business di Indonesia," katanya.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...