Australia, AS Tak Akan Teken Kesepakatan yang Bahayakan Pulau Kecil
Sekelompok negara termasuk Australia, Amerika Serikat (AS), Inggris, Kanada, dan Jepang mengatakan bahwa mereka tidak akan menandatangani "sertifikat kematian" bagi negara-negara kepulauan kecil. Mereka menuntut kesepakatan yang lebih kuat pada KTT COP28 untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan mengatasi krisis iklim.
Menurut laporan The Guardian, pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Perubahan Iklim Australia Chris Bowen atas nama kelompok negara yang dikenal sebagai kelompok payung. Pernyataan ini muncul ketika ketegangan berkobar di Uni Emirat Arab mengenai teks rancangan kesepakatan yang diusulkan oleh presiden KTT.
Draf yang dirilis pada Senin (11/12) malam waktu Dubai menghindari seruan yang sangat kontroversial untuk "penghentian" atau "pengurangan" bahan bakar fosil dalam upaya untuk menemukan konsensus dari hampir 200 negara. Beberapa pengamat menyambut baik elemen-elemen dalam rancangan tersebut, termasuk penyebutan pertama kali dalam teks COP mengenai pengurangan produksi bahan bakar fosil. Namun, beberapa pengamat mengecam dan menggambarkan draf itu sebagai "sangat tidak memadai" dan "tidak koheren".
"Kami tidak akan menandatangani sertifikat kematian kami. Kami tidak dapat menandatangani teks yang tidak memiliki komitmen yang kuat untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fosil," Cedric Schuster dari Samoa, Ketua Aliansi Negara-Negara Kepulauan Kecil.
Bowen merujuk pada pernyataan Schuster dalam intervensinya pada pertemuan selanjutnya antara perwakilan pemerintah dan presiden KTT UEA, Sultan Al Jaber. Ia berbicara atas nama kelompok negara-negara yang tergabung dalam G20, yang juga meliputi Selandia Baru, Norwegia, Israel, Ukraina, dan Kazakhstan.
"Itulah yang dipertaruhkan oleh banyak negara yang diwakili di sini malam ini dan banyak orang yang tidak memiliki suara. Kami tidak akan menjadi penandatangan bersama untuk sertifikat kematian tersebut," ujar Bowen, seperti dikutip The Guardian.
Bowen mengatakan bahwa ada beberapa elemen positif dalam draf tersebut. Namun, kelompok ini sepakat bahwa draf tersebut terlalu lemah. Rancangan tersebut perlu mengirimkan sinyal yang lebih jelas mengenai masa depan bahan bakar fosil, menangani adaptasi iklim dengan lebih baik dan memberikan hasil yang dapat dibanggakan.
Pendapat Negosiator di COP28 Masih Terbelah
Ia mengatakan bahwa kelompok yang mencakup beberapa pengguna dan produsen bahan bakar fosil terbesar di dunia itu percaya bahwa bahan bakar fosil harus dihapuskan secara bertahap. Ini merupakan posisi kontroversial yang menunjukkan bahwa batu bara, minyak, dan gas masih dapat digunakan jika teknologi penangkap dan penyimpan karbon terbukti dapat digunakan.
Namun, ia mengatakan bahwa hal ini dapat mendukung kata-kata yang berbeda dalam kesepakatan tersebut, yang menyarankan "transisi dari bahan bakar fosil sesuai dengan ilmu pengetahuan".
Ia mengatakan bahwa tidak mungkin untuk menjadi fleksibel dalam membuat kesepakatan yang menjaga tujuan membatasi pemanasan global hingga 1,5°C tetap terjangkau. "Hal itu tidak bisa dikompromikan," ujar Bowen.
Kelompok payung ini bergabung dengan sederet negara, kelompok masyarakat sipil, dan analis yang menolak teks tersebut. Pertemuan tersebut dijadwalkan selesai pada Selasa (12/12) pagi, tetapi tidak ada kompromi yang terlihat saat tenggat waktu tersebut semakin dekat.
Alih-alih mewajibkan produsen untuk mengurangi produksi bahan bakar fosil mereka, rancangan tersebut membingkai pengurangan tersebut sebagai pilihan dengan meminta negara-negara untuk "mengambil tindakan yang dapat mencakup" pengurangan bahan bakar fosil. Beberapa kelompok negara, termasuk Uni Eropa, mengindikasikan bahwa hal ini dapat membuat mereka keluar dari perundingan jika tidak ditanggapi.
Saat banyak negara menginginkan agar teks tersebut diperkuat, para pegiat iklim khawatir bahwa negara-negara lain seperti Arab Saudi dan sekutu-sekutu penghasil minyaknya di OPEC akan menggunakan waktu-waktu terakhir untuk mencoba melemahkan draf tersebut. Arab Saudi telah menghabiskan pertemuan tersebut dengan bersikeras bahwa dokumen tersebut harus mengacu pada penanganan emisi, bukan bahan bakar fosil.
Teks tersebut memuat referensi saran ilmiah yang kemungkinan besar ditafsirkan oleh banyak negara sebagai referensi Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim, yang menyimpulkan bahwa bahan bakar fosil hanya dapat berperan kecil pada tahun 2050 jika dunia ingin mencapai emisi nol bersih dan membatasi pemanasan global rata-rata hingga 1,5C di atas tingkat pra-industri.
Kelompok negara berkembang yang berpikiran sama, yang meliputi Cina, India dan Arab Saudi, menuduh anggota kelompok payung seperti AS, Norwegia, Australia, dan Kanada munafik. Pasalnya, mereka ingin menghentikan penggunaan bahan bakar fosil tanpa henti, namun mereka juga berencana untuk meningkatkan atau tidak mengurangi produksinya secara signifikan.