Kemenhut Cabut 18 Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Seluas 526 Ribu Hektare

Ringkasan
- Masyarakat adat Kepulauan Aru, Maluku, menuntut perlindungan keanekaragaman hayati di tanah leluhur mereka sesuai dengan aksi damai yang dilakukan untuk mendukung upaya perlindungan keanekaragaman hayati dunia, yang bertepatan dengan konferensi global COP16 CBD di Cali, Kolombia.
- Kepulauan Aru merupakan area dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa di Indonesia, mencakup hutan, mangrove, padang savana, dan terumbu karang, tetapi menghadapi ancaman dari gelombang izin eksploitasi hutan, perkebunan, dan wilayah laut sejak 1970.
- Perwakilan masyarakat dan pemuda adat Kepulauan Aru berpartisipasi aktif dalam COP16 CBD, menyerukan pengakuan internasional atas kontribusi masyarakat adat dalam menjaga keanekaragaman hayati dan meminta pemerintah untuk mencabut izin eksploitasi yang merusak, dengan mendorong implementasi kebijakan yang melindungi hak masyarakat adat.

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mencabut 18 Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seluas 526 ribu hektare. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kemenhut, Dida Migfar Ridha, mengatakan area hutan tersebut tersebar di beberapa provinsi.
“Sudah langsung dicabut dan SK Menteri Kehutanan pun sudah dikeluarkan” ujar Dida dalam konfrensi pers di Kantor Kemenhut, Jakarta, Jumat (21/2).
Dida mengatakan, proses pencabutan tersebut tertuang di dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
Adapun pencabutan tersebut dikarenakan, perusahaan pemegang PBPH tidak melaksanakan kegiatan nyata paling lambat satu tahun setelah PBPH diterbitkan. Selain itu, perusahaan juga tidak membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sesuai peraturan yang ada.
“Kemudian meninggalkan area kerja, dan memindahtangankan PBPH tanpa sepengetahuan pemerintah, kemudian dinyatakan pailit oleh pengadilan negeri, dan tidak melaksanakan perintah penutupan sanksi administrative PBPH,” ujarnya.
Dida mengatakan Kemenhut memberikan sanksi administratif berupa pencabutan izin dan perusahaan terkait dilarang untuk mengelola hutan sesuai dengan PBPH.
Dengan adanya pencabutan izin tersebut, nantinya lahan tersebut akan kembali menjadi hutan negara. Ia mengatakan, terkait dengan pengelolaan lahan hutan yang dicabut akan masuk kepada peta arahan Kemenhut.
Dida melanjutkan, nantinya hutan tersebut akan dimaksimalkan sesuai dengan potensi yang ada di wilayah tersebut. Dengan demikian, izin tersebut bukan lagi hanya untuk mengelola hutan dengan mengambil kayu.
“Ada potensi lingkungan, ada potensi agroforestry, prinsipnya sesuai dengan potensi yang ada di area yang dicabut tadi,” ucapnya.