Wamenkeu: Indonesia Butuh Rp 3.500 T untuk Pensiunkan PLTU

Abdul Azis Said
28 Oktober 2021, 11:45
suahasil, PLTU, energi baru dan terbarukan, energi bersih
ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan Indonesia tidak bisa menangani masalah perubahan iklim dan mengurangi PLTU dengan cara sendiri.

"Kebanyakan konsumsi listrik kita diproduksi dari batu bara dan diesel, kita masih bergantung pada bahan bakar fosil dan itu adalah satu sektor yang sumbangan emisinya tinggi sehingga  coba dikurangi," kata Suahasil.

Meski demikian, ia juga mengatakan, mempensiunkan PLTU bukan langkah yang mudah. Banyak pembangkit batu bara yang sudah meneken kontrak dengan pemerintah, terutama melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN). Oleh karena itu, menurutnya, transisi menuju pembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan bukan hanya perkara menutup PLTU, tetapi juga menjaga sektor bisnis.

"Sangat penting untuk menyeimbangkan antara bagaimana menghentikan penggunaan PLTU tapi tidak mengganggu iklim bisnis, karena beberapa pihak mungkin harus membayar lebih. Jika PLTU ditutup sementara kontraknya masih efektif, ini juga masalah kalkulasi bisnis, berapa banyak kompensasi yang harus disediakan," kata Suahasil.

Terkait skema transisi energi yang membidik sektor PLTU batu bara, pemerintah awal bulan ini juga mulai memperkenalkan pajak karbon. Jenis pajak baru ini rencananya akan mulai diberlakukan kepada PLTU batu bara mulai April tahun depan.

Pada penerapan pajak karbon nantinya akan berlaku dua skema, yakni skema perdagangan karbon (cap and trade) dan skema pajak karbon (cap and tax). Pada skema perdagangan karbon, entitas yang menghasilkan emisi lebih dari cap atau batasan yang ditetapkan, diharuskan membeli sertifikat izin emisi (SIE) entitas lain yang emisinya di bawah cap. Selain itu, entitas juga dapat membeli seritifikat penurunan emisi (SPE).

Namun jika entitas tersebut tidak dapat membeli SIE atau SPE secara penuh atas kelebihan emisi yang dihasilkan, maka berlaku skema cap and tax, yakni sisa emisi yang melebihi cap akan dikenakan pajak karbon.

Ketentuan pajak karbon ini berlaku tarif lebih tinggi atau sama dengan harga di pasaran, tetapi ditetapkan juga tarif minimum sebesar Rp 30 per Kg CO2 atau Rp 30.000 per ton CO2 ekuivalen. Pajak akan diberlakukan bagi PLTU batu bara yang menghasilkan emisi melebihi cap atau batas atas yang ditetapkan.

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Agustiyanti
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...