PLN Buka Opsi Revisi RUPTL Setelah Rencana Investasi Dana JETP Rampung
RUPTL 2021-2030 diklaim sebagai rancangan penyediaan listrik yang diklaim paling hijau. Pada rencana ini porsi pembangkit EBT 51,6%, lebih tinggi dari RUPTL 2019-2028 yakni 30%.
Anggota Komisi VII DPR, Mercy Chriesty Barends, mengatakan bauran EBT pada sistem pembangkit domestik sejauh ini baru menyentuh 14,7%. Artinya, masih ada selisih sekira 7% sampai 8% untuk menuju 23% pada 2025.
"Dalam sisa tahun itu harus kerja keras. Apakah ini masuk akal? harus ada kerja sama, dan sejauh ini pemerintah masih on track," ujar Mercy di lokasi yang sama.
Mercy yang juga menjabat sebagai Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR itu juga mengatakan bahwa mayoritas sumber setrum domestik masih dihasilkan melalui pembakaran batu bara di PLTU dengan persentase 62%. Penggunaan pembangkit energi fosil di dalam negeri bakal meroket menjadi sekira 85% jika menghitung penggunaan pembangkit listrik tenaga diesel.
Dia mengatakan, perumusan regulasi mengenai aturan energi hijau di internal parlemen masih berjalan alot. Awalnya, regulasi mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) energi bersih diberi nama RUU Energi Terbarukan.
Draf tersebut diubah menjadi RUU Energi Baru Terbarukan dan mengalami pengubahan paling anyar menjadi RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan. Menurut dia, tantangan pembahasan RUU saat ini adalah masih sangat kuatnya rezim fosil di Parlemen RI.