Pemerintah Genjot Produksi Metanol untuk Program B50


Pemerintah tengah menggenjot produksi metanol untuk memenuhi kebutuhan program mandatori Biodiesel 50% atau B50. Pasalnya, Indonesia masih mengalami defisit produksi metanol.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan Indonesia akan memiliki pabrik metanol untuk mendukung program mandatory B50.
"Arahan Bapak Presiden itu langsung juga kita bangun dalam negeri. Itu kita akan bangun di Bojonegoro. Bahan bakunya dari gas," ujar Bahlil saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (17/1).
Bahlil mengatakan, pembangunan pabrik metanol di Bojonegoro dilaksanakan oleh investor dalam negeri. Meski begitu, ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai siapa investor yang akan membangun pabrik tersebut.
"Swasta nasional, investornya dari dalam negeri. Engga ada asing," ujarnya.
Biodiesel B50 adalah pencampuran bahan bakar nabati (BBN) sebesar 50 % dengan bahan bakar minyak (BBM). Metanol dibutuhkan untuk proses pencampuran kedua bahan bakar tersebut.
Pada Jumat (10/1), Bahlil mengatakan program B40 membutuhkan setidaknya hingga 2,3 juta ton metanol. Namun, Indonesia baru bisa memproduksi metanol sebesar 500 ribu ton atau kurang 1,8 juta ton.
Sementara itu, untuk meningkatkan produksi etanol yang berasal dari tanaman tebu. Pemerintah tengah menyiapkan beberapa program perkebunan tebu di Jawa dan Merauke, Papua.
"Supaya betul-betul perbaurannya itu dilakukan semuanya dalam negeri," ucapnya.
Bahlil mengatakan, saat ini pemerintah berencana untuk memaksimalkan potensi bioenergi guna mencapai ketahanan energi nasional. Adapun salah satu strategi untuk mendorong ketahanan energi di Indonesia dilakukan dengan memaksimalkan produksi biodiesel dengan menggunakan crude palm oil (CPO).
"Arahan Bapak Presiden itu kan kita mendorong kepada ketahanan energi. Sambil kita memacu lifting minyak kita, salah satu strateginya adalah kita mempergunakan biodiesel dengan mempergunakan CPO," ujarnya.