Indonesia Tambah Kapasitas Listrik 443 GW pada 2060, 79% dari EBT

Image title
23 Januari 2025, 17:00
Foto udara area Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Jumat (25/3/2022).
KESDM
Foto udara area Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Jumat (25/3/2022).

Ringkasan

  • Pemerintah merencanakan peningkatan kapasitas pembangkit listrik hingga 443 GW pada 2060, dimana 79% berasal dari energi baru terbarukan (EBT).
  • Peningkatan pasokan listrik ini dirancang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029, dengan fokus mengoptimalkan pembangkit berbasis EBT.
  • Untuk mempercepat implementasi pembangkit EBT, pemerintah akan mengembangkan pembangkit arus laut, PLTS terapung, PLTP, dan PLTN, serta mengoperasikan PLTU dengan menerapkan subtitusi batu bara dan teknologi penangkap karbon.
! Ringkasan ini dihasilkan dengan menggunakan AI
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah menetapkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 443 gigawatt (GW) sampai dengan 2060, yang tertuang dalam rancangan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025-2060. Sebanyak 79 % diantaranya berasal dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT).

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, mengatakan hal ini untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada 2029. Penambahan suplai listrik disiapkan dengan mengoptimalkan pembangkit berbasis EBT.

"Kapasitas pembangkit listrik diproyeksikan pada 2060 mencapai 443 GW di mana 79 persen berasal dari EBT, sekitar 42 persen berasal dari Variable Renewable Energy atau VRE seperti tenaga surya dan angin yang didukung oleh teknologi penyimpanan energi," ujar Yuliot dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR RI, Kamis (23/1).

Yuliot mengatakan beberapa kebijakan diambil pemerintah untuk mempercepat implementasi dari pertumbuhan pembangkit EBT di Indonesia. Salah satunya adalah dengan melakukan pengembangan pembangkit arus laut dimulai pada tahun 2028-2029.

Kemudian, melakukan pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung secara masif dengan memanfaatkan waduk dan pengembangan PLTS atap. Begitupun dengan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) secara masif baik offshore maupun onshore.

"Pengembangan pembangkit nuklir diupayakan percepatan 2029-2032," ujarnya.

Dia mengatakan pemerintah juga tetap menjalankan operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara sampai dengan perjanjian pembelian tenaga listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) berakhir. Meski begitu, pemerintah tetap berupaya menekan emisi dengan mendorong adanya subtitusi batu bara dengan biomassa atau co-firing dan penerapan teknologi penangkap karbon atau carbon capture storage (CCS) di PLTU.

Dengan upaya tersebut, Yuliot mengatakan, bauran EBT akan terus meningkat mulai sekitar 16% pada tahun 2025 dan menjadi 74% pada tahun 2060. Dengan begitu, maka emisi karbon yang dihasilkan dari pembangkit akan terus menurun setiap tahunya sampai dengan 2060.

"Emisi karbon diproyeksikan terus menurun sampai dengan zero emission pada 2060 jika dibandingkan dengan baseline akan turun signifikan mencapai 2 miliar ton pada tahun 2060," ucapnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Djati Waluyo

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...