Kadin Indonesia Ungkap Empat Tantangan Investasi Energi Hijau

Ringkasan
- Menteri Sosial Tri Rismaharini berfokus pada identifikasi dan bantuan untuk masyarakat kelas menengah yang berisiko mengalami penurunan kelas ekonomi demi menjaga daya beli masyarakat, meskipun hingga saat ini belum diperoleh data pasti tentang penurunan angka kelas menengah dari berbagai sumber seperti Kemnaker, BPJS Ketenagakerjaan, Kadin, dan Apindo.
- Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR menyoroti fenomena penurunan kelas ekonomi di kalangan masyarakat menengah sebagai isu penting yang bisa mempengaruhi kualitas bonus demografi dan pencapaian Indonesia Emas 2045, dengan pertanyaan diajukan oleh Hidayat Nur Wahid mengenai strategi Kemensos dalam mengatasi masalah tersebut.
- Data menunjukkan adanya penurunan jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia dari 57,3 juta orang pada tahun 2019 menjadi 47,8 juta pada tahun 2024, berdasarkan data BPS. Hal ini mencerminkan dampak pandemi Covid-19 terhadap struktur kelas ekonomi masyarakat Indonesia, di mana proporsi konsumsi pengeluaran kelas menengah mengalami penurunan, sedangkan jumlah masyarakat menengah menuju kelas menengah meningkat.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan empat tantangan investasi energi hijau di Indonesia. Keempat tantangan tersebut perlu segera diatasi agar tidak menghambat percepatan transisi energi di dalam negeri.
Wakil Ketua Umum Koordinator bidang Investasi, Hilirisasi, dan Lingkungan Hidup Kadin Indonesia, Bobby Gafur Umar, menyebutkan tantangan pertama berupa kepastian hukum dan perbaikan regulasi. Dalam kasus Indonesia, misalnya, tak jarang perubahan regulasi terjadi karena pergantian pemerintahan. Hal ini pun membuat ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha dan investor.
Menurut Bobby, Kadin berharap pemerintahan baru saat ini bisa segera memperbaiki berbagai isu yang berkaitan dengan iklim investasi dan perizinan.
“Kami melihat Bapak Presiden Prabowo Subianto sudah sangat tegas, dan beliau sudah memperlihatkan komitmennya untuk penegakan hukum. Untuk mengejar investasi itu perlu perlu kepastian hukum,” kata Bobby dalam Indonesia Green Energy Investment Dialogue yang digelar oleh Kadin dan Katadata Green di Jakarta, Kamis (27/2).
Tantangan lainnya yakni subsidi dan insentif terutama untuk sektor ketenagalistrikan dan transportasi. Menurut Bobby, harga listrik yang dihasilkan dari energi baru terbarukan (EBT) lebih mahal ketimbang dari energi fosil. Sedangkan, investor dan pelaku usaha ketika menanamkan modal untuk proyek EBT mengharapkan imbal hasil yang lebih baik.
“Masih ada gap antara kebijakan dan struktur harga keekonomian. Ini yang perlu kita cari solusinya,” ujarnya.
Kadin mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan untuk memberikan insentif bagi investasi energi hijau, terutama insentif fiskal. “Misalnya diberikan tax holiday selama 15 tahun,” ujarnya.
Dua tantangan investasi energi hijau lainnya adalah program pemanfaatan SDA untuk dana yang tersedia, serta kebijakan yang berdampak kepada keekonomian program.
Dalam kesempatan yang sama, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo, menyampaikan optimismenya tentang pertumbuhan investasi energi hijau di masa mendatang.
Melalui Danantara, lanjutnya, pemerintah bakal menyuntikkan dana hingga US$20 miliar per tahun untuk membiayai berbagai proyek strategis, termasuk di sektor energi baru terbarukan (EBT). Nilai tersebut bisa bertambah dengan melibatkan investor rekanan untuk setiap proyek investasi.
“Idenya adalah untuk mengundang banyak investor untuk datang dan berinvestasi pada proyek-proyek yang layak dan, termasuk proyek-proyek yang ramah lingkungan,” kata Hashim dalam sesi Leadership Speech
Hashim menjelaskan dengan melibatkan investor rekanan, Danantara bisa meningkatkan modal investasinya hingga US$ 40 miliar per tahun. Hashim optimistis kucuran dana dari Danantara akan menumbuhkan investasi di sektor energi hijau Sebab, permintaan terhadap energi baru terbarukan di Indonesia termasuk tinggi. Selain itu, kata Hashim potensi EBT di Indonesia juga besar, Mengutip data Kementerian ESDM, potensi energi bersih mencapai 3.687 Gigawatt.
“Jika kita bisa melakukan leverage tiga sampai empat kali untuk setiap proyek, kita dapat memiliki dana untuk membiayai berbagai project sekitar US$160 miliar per tahun,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Todotua Pasaribu, menyatakan pemerintah memprioritaskan investasi di sektor energi hijau. Pasalnya, dari potensi energi baru terbarukan sebesar 3.700 Gigawatt, saat ini pemanfaatannya baru mencapai 144 Gigawatt.
“Ini memang suatu tantangan yang besar untuk kita masuk dan serius mengelola potensinya ke depan,” katanya. “Apalagi pemerintah punya komitmen untuk mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.”
Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, pemerintah menargetkan 72 persen dari tambahan listrik sebesar 71 Gigawatt berasal dari EBT. Di sisi lain, target bauran energi ditargetkan meningkat 2,5 kali lipat dari 14 persen pada 2024 menjadi 34,6 persen pada 2034.
Todotua mengatakan pemerintah berkomitmen untuk terus memperbaiki daya saing investasi di dalam negeri dengan sejumlah strategi, seperti perbaikan kepastian hukum, kemudahan perizinan, relaksasi persyaratan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) untuk pembangkit EBT dan, serta insentif pajak.
Wakil Ketua Umum bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kadin, Aryo Djojohadikusumo, mengapresiasi langkah pemerintah yang memprioritaskan sektor EBT sebagai salah satu tujuan investasi.
“Presiden menyebutkan energi terbarukan, energi hijau berkali-kali. Dan dia secara khusus menyebutkan tambahan dana segar. Sebagian besar (dana) mungkin akan disuntikkan ke dalam energi hijau dan terbarukan serta industri yang penting bagi energi hijau seperti mineral,” ujarnya.
Indonesia Green Energy Investment Dialogue 2025 terdiri dari beragam sesi, mulai dari Keynote Speech oleh Todotua Pasaribu dan Leadership Speech dari Hashim Djojohadikusumo, Utusan Khusus Presiden di bidang Iklim dan Energi.
Acara yang sama menghadirkan pula sesi diskusi tematik dengan pembicara dari para pemimpin di bidangnya, baik swasta maupun pemerintah. Diskusi tematik tersebut membahas sejumlah tema, di antaranya investasi hijau, rantai pasok energi hijau, target iklim dan pertumbuhan ekonomi, serta kendaraan listrik.