Mengenal Pajak Natura, Definisi, Dasar Hukum, dan Manfaat Penerapannya

Image title
9 Juni 2022, 16:57
natura, pajak, pajak natura, perpajakan
123rf.com
Ilustrasi, pajak.

Rencana pemerintah mengenakan pajak natura atau pungutan pajak terhadap pemberian fasilitas, maupun kenikmatan yang diterima karyawan suatu perusahaan, nampaknya akan segera terealisasi dalam waktu dekat.

Mengutip kontan.co.id, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan, saat ini Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) terkait pajak natura sedang dalam proses perundangan, sehingga diharapkan akan segera terbit.

Pajak natura masuk dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP. Pertimbangan pemerintah memasukkan natura sebagai objek pajak adalah, karena perkembangan pajak korporasi yang kini tak lagi progresif membuat aturan yang selama ini berjalan, merugikan pemerintah.

Selama ini, natura bukan merupakan objek pajak bagi orang pribadi, tetapi juga tidak menjadi pengurang pajak atau beban bagi perusahaan. Fasilitas yang diberikan perusahaan terhadap karyawan, tidak menjadi bagian dari penghasilan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak, karena bentuknya tidak berupa uang.

Apa sebenarnya pajak natura tersebut, dan seberapa besar manfaatnya jika diterapkan, serta seperti apa prospek penerapannya di Indonesia? Simak ulasan singkat berikut ini.

Definisi dan Dasar Hukum Pajak Natura

Pengertian pajak natura tidak terlepas dari makna kata "natura", yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diartikan sebagai barang yang sebenarnya, bukan dalam bentuk uang. Di mana yang dimaksud natura ini terkait tentang pembayaran.

Oleh karena itu, pajak natura dapat diartikan sebagai pungutan atas barang dan/atau fasilitas yang diterima seseorang dari pihak lain. Dalam konteks perpajakan, yang dimaksud pihak lain adalah, perusahaan yang memberikan barang dan/atau fasilitas kepada karyawannya.

Sementara, berdasarkan OECD Glossary, natura atau fringe benefit merupakan bentuk tunjangan yang melengkapi atau di luar upah atau gaji normal.

Selain itu, fringe benefit juga diartikan sebagai segala bentuk kompensasi non-tunai yang secara sukarela diberikan pemberi kerja kepada karyawannya. Bentuknya bisa beragam, seperti akomodasi gratis, tunjangan liburan, fasilitas kendaraan, opsi saham karyawan, dan sebagainya.

Dalam praktiknya, pemberian natura terhadap karyawan merupakan hal yang lazim dilakukan. Biasanya, natura diberikan karena jabatan tertentu, atau sebagai reward atas kinerja. Perusahaan menggunakan natura untuk merekrut, memotivasi, dan mempertahankan orang-orang berkualitas.

Dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atau UU PPh, natura bukan merupakan objek penghasilan alias non-taxable income. Ini tertuang dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf d UU PPh. Namun, apabila natura diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan pajak secara final, atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus, maka atas natura tersebut dikenakan pajak.

Dari sisi perusahaan, biaya yang dikeluarkan dalam bentuk natura juga tidak dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto atau non-deductible expense. Ini diatur dalam dalam Pasal 9 Ayat (1) huruf e UU PPh.

Aturan ini kemudian diubah dalam UU HPP, di mana natura dimasukkan sebagai objek pajak. Hal ini terlihat pada Pasal 4 Ayat (1) huruf a UU HPP, yang secara spesifik menyebutkan natura sebagai objek pajak. Pasal inilah yang menjadi dasar hukum pengenaan pajak atas natura.

Aturan tersebut berbunyi, "penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya termasuk natura dan/atau kenikmatan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini".

Pertimbangan masuknya natura sebagai objek pajak, karena definisi penghasilan itu sendiri. UU PPh mengartikan penghasilan, sebagai tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Tambahan penghasilan ini, bisa berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, dan dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Namun, tidak semua fasilitas yang diberikan oleh perusahaan terkena pajak natura. Dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf d UU HPP, ada beberapa natura yang mendapat pengecualian, antara lain:

  1. Penyediaan makanan/minuman bagi seluruh pegawai.
  2. Natura di daerah tertentu.
  3. Natura karena keharusan pekerjaan, contohnya alat keselamatan kerja atau seragam.
  4. Natura yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
  5. Natura dengan jenis dan batasan tertentu.

Manfaat Penerapan Pajak Natura

Mengutip ddtc.co.id, ada beberapa alasan penerapan pajak natura menjadi dapat menjadi salah satu opsi kebijakan PPh orang pribadi yang dapat dipertimbangkan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...