Menelusuri Sejarah Krisis Pangan Indonesia, Dimulai pada Abad 16

Amelia Yesidora
22 Juni 2022, 09:15
krisis, krisis pangan, ketahanan pangan, educate me
ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/rwa.
Petani memanen padi di kawasan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (26/2/2021).

Untuk mengatasi hal itu, Raja Aceh Sultan Iskandar Muda mengimpor tenaga kerja dari India untuk menggarap lahan di wilayahnya. Selain itu, dia juga menetapkan harga beras, sehingga bisa dibeli oleh masyarakat Aceh.

Hal serupa juga terjadi di Kerajaan Mataram tahun 1677-1703, pada masa pemerintahan Amangkurat II. Harga beras yang meningkat, serta tingginya angka gagal panen, membuat masyarakat Mataram harus beralih mengonsumsi ubi dan gadung.

Setelah dilakukan penyelidikan oleh Pangeran Puger, ditemukan penyebab krisis beras, yaitu distribusi yang tidak merata. Oleh karena itu, Amangkurat II memperbaiki distribusi dan menetapkan harga beras yang lebih terjangkau bagi masyarakat Mataram.

Selanjutnya, krisis pangan juga pernah dialami pada era penjajahan Belanda, muncul akibat tanam paksa. Masyarakat terpaksa menanam kopi, teh, dan tebu untuk diekspor. Pada penjajahan Jepang, beras juga menjadi langka, lantaran pemerintah Jepang menarik beras dari petani dan menerapkan sistem kerja Romusha.

“Lahan pertanian yang ditinggalkan terbengkalai dan membuat beras langka. Masyarakat terpaksa mengonsumsi ubi, biji nangka, dan berbagai serangga sebagai makanan.” ujar Heri Priyatmoko, dosen Universitas Sanata Dharma saat membedah buku Krisis Pangan karya Andreas Maryoto, dilansir dari laman Kagama.id

Terbaru, Global Hunger Index (GHI) 2021 menempatkan tingkat kelaparan Indonesia pada peringkat 73 dari 116 negara. Bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan ketiga tertinggi dengan skor indeks moderat sebesar 18 poin. Angka ini berada di atas rata-rata global sebesar 17,9 poin. Berikut perbandingan GHI negara di Asia Tenggara dirangkum dalam Databoks:

 

Indonesia dan PBB Berantas Kelaparan

Secara global, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turut membantu Indonesia dalam memantau keamanan pangan melalui FAO. Bantuan ini diimplementasikan dalam rencana strategis Program Pangan Dunia atau World Food Programme (WFP) periode 2021-2025. Melansir laman WFP, rencana strategis Indonesia 2021-2025 ini membutuhkan biaya sebesar US$ 15,8 juta atau setara Rp 221,2 miliar dan kontribusi yang dialokasikan sebesar US$ 5,9 juta atau setara Rp 82,6 miliar. 

Terdapat tiga hasil strategis yang ingin dicapai WFP di Indonesia hingga 2025. Pertama, peningkatan kapasitas produksi untuk menciptakan dan menggunakan fakta yang kuat sebagai dasar dari upaya mengurangi kerawanan pangan dan malnutrisi. Kedua, peningkatan kapasitas untuk mengurangi dampak dari bencana alam dan perubahan iklim terhadap ketahanan pangan dan gizi. Menimbang jumlah populasi Indonesia pada 2025, target strategis ketiga adalah mengurangi risiko dari berbagai bentuk malnutrisi yang mungkin hadir. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...