Pajak Usaha Angkutan, Pengertian, Jenis, dan Tarifnya
Usaha angkutan merupakan jenis jasa yang memiliki peran penting dalam perekonomian. Sebab, selain merupakan bagian penting dalam rantai pasokan, serta memudahkan mobilisasi masyarakat, penerimaan pajak usaha angkutan berperan besar dalam pendapatan negara.
Seperti diketahui, setiap pelaku usaha yang beroperasi di Indonesia merupakan subjek pajak, dan wajib menunaikan kewajibannya, yakni membayar pajak, serta melaporkan surat pemberitahuan pajak atau SPT. Ini berlaku juga tentunya untuk pelaku usaha jasa angkutan, baik barang maupun penumpang.
Berikut ini ulasan mengenai pajak usaha angkutan, terkait dengan pengertian, jenis-jenis pajak dan tarif, serta contoh penghitungannya.
Pengertian Pajak Usaha Angkutan
Pajak usaha angkutan tidak mengacu pada satu jenis pajak tertentu yang dikenakan pada pelaku usaha jasa angkutan. Namun, merupakan istilah terkait kewajiban perpajakan, serta jenis-jenis pajak yang dikenakan pada perusahaan di bidang layanan transportasi angkutan, baik barang maupun penumpang.
Secara umum, pelaku usaha jasa angkutan memiliki kewajiban menghitung, membayar dan melaporkan kewajiban pajak penghasilan (PPh) badan atau PPh Final sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018.
Selain itu, jasa angkutan juga wajib memungut, menyetorkan dan melaporkan pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan jasa angkutan, serta pajak penjualan barang mewah (PPnBM) apabila pelaku usaha jasa angkutan tersebut bertindak sebagai penjual kendaraan.
Pelaku usaha jasa angkutan juga wajib memotong dan menyetorkan PPh 21 atas gaji karyawannya, serta melaporkan pemotongan tersebut.
Pajak usaha angkutan juga mengacu pada jenis pajak yang dipungut terhadap pelaku usaha, yakni dipungut PPN atas pembelian yang dilakukan, dipungut PPnBM atas pembelian kendaraan untuk usaha angkutan. Lalu, dipotong PPh 23 atas penghasilan jasa angkutan yang diterima, dan PPh Pasal 15 dari hasil usaha jasa angkutan tertentu.
Jenis dan Tarif Pajak Usaha Angkutan
Berikut ini perincian jenis dan tarif pajak yang dikenakan pada usaha jasa angkutan, baik barang maupun penumpang, beserta contoh penghitungannya.
1. PPh Badan
Apabila pelaku usaha angkutan merupakan wajib pajak badan, maka akan dikenakan tarif PPh Badan yang berlaku saat ini, yaitu sebesar 20% dari penghasilan kena pajak sesuai UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP.
Misalnya, PT ABC merupakan perusahaan transportasi usaha angkutan yang memiliki pendapatan bruto sebesar Rp 55 miliar setahun dengan besar penghasilan kena pajak sebesar Rp 10 miliar setahun. Menggunakan rumus 20% x Penghasilan Kena Pajak, didapatkan besaran PPh Badan yang harus dibayarkan atau PPh Terutang, sebesar Rp 2 miliar.
Dari besaran tersebut, jumlah angsuran pajak penghasilan badan atau PPh Pasal 25 setiap bulan adalah sebesar Rp 166,67 juta. Jumlah ini didapatkan dengan rumus PPh Terutang / 12 bulan.
2. PPh Final PP 23/2018
Jika usaha angkutan mendapatkan fasilitas yang menggunakan tarif pajak penghasilan sesuai PP 23 Tahun 2018, maka dikenakan tarif PPh Final sebesar 0,5% dari peredaran bruto.
Misalnya, CV AAA merupakan usaha angkutan yang memiliki omzet bruto sebesar Rp4,5 miliar setahun. Maka PPh Final yang harus dibayar adalah sebagai berikut:
= Tarif PPh Final PP 23/2018 x Omzet Bruto
= 0,5% x Rp 4,5 miliar
= Rp 22,5 juta
3. PPh 23
Untuk pelaku usaha jasa angkutan yang mendapatkan penghasilan atas jasa yang ditawarkan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015, dikenakan tarif PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.
Contohnya, PT DEF merupakan pelaku usaha angkutan bidang jasa pelayanan penerbangan yang melakukan kontrak dengan PT ABC yang menggunakan jasanya, dengan nilai kontrak sebesar Rp 500 juta. Atas transaksi ini, PT DEF akan dipungut PPh 23 sebesar 2% dari penghasilan atas jasa pelayanan penerbangan tersebut oleh PT ABC.
Penghitungan pajak yang dipotong tersebut, adalah sebagai berikut:
= Tarif PPh 23 x Nilai Penghasilan
= 2% x Rp 500 juta
= Rp 10 juta
4. PPh 15
Tarif PPh Pasal 15 berbeda-beda, tergantung bentuk jasa pelayanan dari usaha angkutan atau transportasinya, serta status wajib pajaknya. Besaran tarifnya mulai dari 1,2%, 1,8%, hingga 2,64%.
Contoh perhitungan PPh Pasal 15 usaha jasa angkutan:
PT AAA merupakan perusahaan pelayaran Indonesia yang menyewakan kapal dan melakukan kontrak dengan PT BBB senilai Rp 250 juta. Maka, penghitungan besaran PPh 15 yang dipotong oleh PT BBB kepada PT AAA, adalah sebagai berikut:
= Tarif PPh 15 x Nilai Penghasilan
= 1,2% x Rp 250 juta
= Rp 3 juta
5. PPN
Perusahaan jasa usaha angkutan harus memungut PPN dengan tarif sebesar 11% dari dasar pengenaan pajak (DPP) kepada konsumen atas jasa yang telah diberikan.
Ketentuan tarif yang berbeda diterapkan pada jasa angkutan darat atau freight forwarding, dengan penghitungan DPP sebesar 10% dari jumlah yang ditagih. Dari besaran tersebut, baru dikalikan tarif PPN 11%.
Ini sesuai dengan dalam PMK Nomor 71/PMK.03/2022 tentang PPN atas Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), apabila terdapat biaya transportasi (freight charge).
Contoh:
PT GG merupakan usaha angkutan yang memberikan jasa pengurusan transportasi mendapatkan order dari PT HH sebesar Rp 150 juta dan tidak ada biaya transportasi.
Maka, PT GG akan memotong PPN atas transaksi jasa tersebut dari PT HH dengan perhitungan DPP sebagai berikut:
= 10% x Jumlah Tagihan
= 10% x Rp 150 juta
= Rp 15 juta (DPP)
Dari jumlah tersebut, besaran PPN dipungut sebesar Rp 16,5 juta. Jumlah ini didapatkan dari pengalian tarif PPN 11% dengan DPP sebesar Rp 150 juta.
6. Pajak Penjualan Kendaraan Bekas
Jika pelaku usaha angkutan menjual asetnya, maka wajib memotong PPN penjualan kendaraan bermotor bekas. Berdasarkan PMK Nomor 65/PMK.04/2007, besaran tarifnya adalah sebesar 1,1% mulai 2022 dan 1,2% berlaku mulai Januari 2025.
Contoh:
PT MNM membeli kendaraan bekas untuk usaha angkutan yang dijalankannya ke PT LOL sebanyak 10 unit kendaraan dengan total nilai Rp 800 juta pada 2023. Maka, PT MNM akan dipotong PPN atas pembelian kendaraan bekas oleh PT LLL dengan penghitungan sebagai berikut:
= Tarif PPN kendaraan bekas x Nilai barang
= 1,1% x Rp 800 juta
= Rp 8,8 juta
7. PPnBM Usaha Angkutan
Tarif pajak penjualan atas barang mewah sebesar paling rendah 10% dan paling tinggi 200% hingga 0% tergantung jenis barang dan peruntukannya.
Contoh:
PT LP adalah perusahaan jasa transportasi yang membeli 15 unit mobil bermesin 1.500 cc untuk usaha angkutan yang dijalankannya di dealer PT NNN dengan total nilai sebesar Rp 3,75 miliar.
Maka, PT LP akan dipungut PPnBM atas pembelian unit mobil tersebut oleh PT NNN sebesar:
= Tarif PPnBM x Nilai barang
= 10% x Rp3,75 miliar
= Rp375 juta
Selain jenis-jenis pajak yang telah disebutkan, pelaku usaha jasa angkutan juga dibebankan pajak bahan bakar kendaraan bermotor atau PBBKB. Besarannya ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah melalui Peraturan Pemerintah Daerah atau Perda.
Masing-masing daerah dapat menentukan besar tarif pajak pembelian bahan bakar kendaraan untuk industri paling tinggi 10% dari harga bahan bakar kendaraan dan paling sedikit 50% lebih rendah dari tarif kendaraan pribadi untuk bahan bakar kendaraan umum.