Menilik Insentif Pajak untuk Investasi Tanah dan Bangunan di IKN
Untuk mendorong minat investasi di Ibu Kota Nusantara atau IKN, pemerintah melalui Kementerian Keuangan memberikan beragam insentif. Salah satunya, insentif pajak untuk investasi tanah dan/atau bangunan.
Insentif tersebut, tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28 Tahun 2024 tentang Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan di Ibu Kota Nusantara. Salah satu bentuk insentif pajak yang ditawarkan, adalah pengurangan pajak penghasilan atau PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/bangunan di IKN.
Dalam PMK 28/2024, disebutkan bahwa wajib pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/bangunan di IKN yang kesatu, yakni jika tanah dan/atau bangunan dialihkan kembali maka tidak diberikan fasilitas pengurangan, termasuk melalui perjanjian pengikatan jual-beli, akan diberikan pengurangan PPh sebesar 100%.
Fasilitas pengurangan diberikan sampai dengan 2035, dengan cara wajib pajak meminta surat keterangan bebas atau SKB secara elektronik di kantor pajak tempat wajib pajak berstatus pusat terdaftar.
Sebagai informasi, SKB diajukan untuk setiap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, wajib pajak juga harus sudah menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) Tahunan dua tahun terakhir dan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tiga masa terakhir yang sudah menjadi kewajibannya.
Selain PPh, insentif pajak lainnya yang diberikan adalah fasilitas PPN tidak dipungut. Fasilitas ini diberikan atas bangunan baru berupa rumah tapak, satuan rumah susun, kantor, toko/pusat perbelanjaan, atau gudang yang diserahkan oleh orang pribadi tertentu, badan tertentu dan/atau Kementerian/Lembaga tertentu.
Patut diketahui, yang dimaksud sebagai orang pribadi tertentu, adalah warga negara Indonesia (WNI) atau warga negara asing (WNA) yang memiliki tax identification number atau national identification number atau paspor. Sementara, badan bertentu adalah badan yang didirikan dan/atau berkedudukan di Indonesia dibuktikan dengan NPWP.
Rumah tapak atau satuan rumah susun yang diberi fasilitas PPN ini terbatas pada yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian. Ini tidak termasuk yang sebagian atau seluruhnya dipergunakan sebagai toko atau kantor.
Rumah tapak atau satuan rumah susun tersebut, harus telah mendapatkan kode identifikasi rumah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atau Badan Pengelola Tapera. Lalu, diserahkan dalam kondisi siap huni untuk rumah tapak paling lama dua tahun sejak diterima uang muka sedangkan satuan rumah susun paling lama empat tahun.
Rumah tapak atau satuan rumah susun yang diberikan fasilitas PPN tidak dipungut, dibatasi satu orang pribadi hanya berlaku atas penyerahan satu rumah tapak atau satuan rumah susun dan bagi WNA memiliki harga jual paling rendah lima miliar rupiah.
Untuk mendapatkan insentif pajak berupa fasilitas PPN tidak dipungut, pembeli harus memiliki surat keterangan tidak dipungut (SKTD) sebelum terutangnya PPN. Permohonan SKTD disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu pada laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP).