Menilik Sejarah Singkat Cukai Rokok di Indonesia

Image title
30 Juni 2022, 12:18
cukai rokok, cukai, rokok
IndischHistorisch.nl
Ilustrasi, interior anjungan pabrik rokok Negresco di Bandung

Cukai Rokok di Era Orde Baru

Pada masa Orde Baru, pengaturan cukai rokok atau cukai hasil tembakau semakin kompleks dan semakin dipadukan dengan semua ketentuan mengenai cukai komoditi lainnya dalam UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

UU ini kemudian diikuti dengan keluarnya aturan teknis dalam bentuk peraturan pemerintah (PP), antara lain, PP Nomor 24 Tahun 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi di Bidang Cukai, PP Nomor 25 Tahun 1996 tentang Izin Pengusaha Barang Kena Cukai, dan PP Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai.

Pada dasarnya, penetapan besarnya cukai pada masa Orde Baru menggabungkan pendekatan atas dasar harga jual eceran (HJE), dan atas dasar jumlah batang rokok yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Pada masa orde baru, cukai rokok di Indonesia dibuat sebagai upaya pengendalian harga jual dari pemerintah, terhadap rokok dan produk tembakau lain seperti sigaret, cerutu, serta rokok daun, yang dipungut dan berlaku pada saat pembelian. Ketentuan ini tertuang dalam UU 11/1995.

Pasal 5 UU 11/1995 menyebutkan, barang kena cukai yang dibuat di Indonesia dikenai cukai berdasarkan tarif setinggi-tingginya 250% dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik atau 55% dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.

Pasca-Reformasi 1998 dan Terbentuknya DBH-CHT

Reformasi sistem politik pada 1998 mengakibatkan perubahan dan pembaharuan pada banyak UU. Termasuk di dalamnya aturan mengenai cukai rokok. Hasilnya adalah, munculnya UU Nomor 39 tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Khusus cukai rokok, atau cukai hasil tembakau, UU ini sebenarnya tidak terlalu banyak berbeda dengan UU sebelumnya, terutama dalam cara dan basis perhitungan besaran cukainya serta pemberlakuan cukai beragam (differential tariff), sesuai dengan penggolongan jenis rokok dan skala perusahaannya.

Dalam perjalanannya, muncul nisbi, bahwa cukai hasil tembakau dimasukkan dalam perhitungan dana bagi hasil antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah penghasil tembakau. Hal ini menghasilkan istilah "Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau" atau DBH-CHT.

Aturan teknis mengenai dana bagi hasil ini, tertuang dalam PMK Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau & Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah.

DBH-CHT adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah, dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Dalam perjalannnya, setahun ada dua alokasi DBH-CHT, yakni alokasi sementara dan alokasi definitif. Potensi penerimaan CHT dari DJBC mendasari besaran alokasi sementara. Sementara, alokasi definitif berdasarkan realisasi pada kurun sebelumnya, pelaksanaan program, dan anggaran setiap daerah. Transfer ke daerah dibagi dalam empat tahap, berturut-turut pada bulan Maret, Juni, September dan Desember.

Besaran transfer tahap pertama adalah 20%, kedua dan ketiga adalah 30%, sedangkan yang keempat berdasarkan selisih antara pagu alokasi definitif dengan jumlah dana yang telah disalurkan pada triwulan pertama hingga ketiga.

PMK No.84/PMK.07/2008 juga mengatur bahwa kepala daerah, baik gubernur atau bupati/walikota, memegang tanggung jawab untuk menggerakkan kegiatan yang didanai DBH-CHT. Salah satunya adalah, memastikan tersusunnya usulan program dan terlaksananya kegiatan yang didanai DBH-CHT.

DBH-CHT 2022

Besaran DBH-CHT selalu diperbarui mengikuti kontribusi produksi tembakau atau hasil tembakau pada tahun sebelumnya. Pada 2022, DBH-CT diatur dalam PMK No.2/PMK.07/2022 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2022.

Mengutip beacukai.go.id, alokasi DBHCHT untuk tahun 2022 adalah sebesar Rp 3.870.600.000.000, yang dibagikan kepada 25 provinsi penghasil cukai dan/ atau penghasil tembakau.

Selain besaran DBH-CHT, perlu pula tata cara pemanfaatannya. Terbaru, ketentuan mengenai penggunaan, pemantauan, dan evaluasi DBH-CHT diatur dalam PMK No.215/PMK.07/2021 dengan pokok pengaturan sebagai berikut:

  1. 40% untuk kesehatan.
  2. 50% untuk kesejahteraan masyarakat. Ini dibagi menjadi dua, yakni 30% untuk peningkatan kualitas bahan baku, Peningkatan Keterampilan Kerja dan Pembinaan Industri. Lalu, 20% untuk pemberian bantuan.
  3. 10% untuk penegakan hukum.

Sebagai informasi, pengelolaan dan pemanfaatan DBH-CHT bukan menjadi wewenang DJBC, melainkan menjadi wewenang pemerintah daerah (Pemda) setempat.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...