Riwayat Konversi Bahan Bakar, dari Minyak Tanah hingga Elpiji

Aditya Widya Putri
31 Juli 2023, 09:57
Pekerja melakukan bongkar muat gas elpiji 3 kg bersubsidi di Rawasari, Jakarta, Rabu (8/3/2023). Epiji bright 3 kg non subsidi diduga menjadi salah satu faktor kelangkaan elpiji 3 kg bersubsidi.
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.
Pekerja melakukan bongkar muat gas elpiji 3 kg bersubsidi di Rawasari, Jakarta, Rabu (8/3/2023). Epiji bright 3 kg non subsidi diduga menjadi salah satu faktor kelangkaan elpiji 3 kg bersubsidi.

Rencana tersebut gagal karena hasil studi banding Kementerian ESDM ke Cina. Mereka ingin mengetahui kelayakan penggunaan batu bara dalam rumah tangga, namun batu bara dinilai tidak layak karena dapat menyebabkan penyakit tuberkulosis (TBC).

Akhirnya rencana awal berubah ke konversi elpiji. Kementerian ESDM saat itu menargetkan sekitar 40 juta Kepala Keluarga (KK) miskin yang tersebar di seluruh Indonesia mendapat paket kompor gas beserta tabung LPG 3 kg subsidi.

Pemerintah lalu menyiapkan 40 juta kompor LPG beserta asesorisnya serta 100 juta tabung LPG 3 Kg untuk program tersebut.

Untuk menyukseskan kebijakan konversi tersebut, pemerintah memberikan kompor dan tabung gas senilai Rp225.000 secara cuma-cuma kepada masyarakat. Total anggaran yang dikeluarkan pemerintah saat itu mencapai Rp15 trilliun.

Sebelum memilih elpiji sebagai alternatif, JK meminta Universitas Trisakti untuk menimbang efisiensi elpiji sebagai bahan bakar. Ternyata penelitian yang dilakukan Laboratorium Energi Universitas Trisakti menyebut biaya merebus air 5 liter setara Rp11,6 per menit untuk LPG dan Rp13,8 per menit untuk minyak tanah.

Singkatnya elpiji lebih murah untuk bahan bakar dibanding minyak tanah. Sebanyak 1 liter minyak tanah setara dengan 0,45 kg elpiji. Selain kerjasama dengan Trisakti, JK juga meminta Pertamina melaksanakan uji coba konversi minyak tanah ke gas di daerah Kemayoran.

“Di survei 60% masyarakat setuju,” kata JK kala itu.

Menurut JK, kebijakan diversifikasi energi yang diterapkan pemerintah berhasil dan diterima baik oleh masyarakat karena memenuhi tiga prinsip utama, yakni bersih, murah dan mudah.

Alasan terpenting adalah biaya produksi LPG lebih murah dibanding minyak tanah. Biaya produksi minyak tanah tanpa subsidi sekitar Rp6.700/liter. Jika dengan subsidi Rp2.500/liter. Untuk satu satuan setara minyak tanah, biaya produksi LPG tanpa subsidi adalah Rp4.200/liter. Sedang LPG dengan subsidi adalah Rp2.500/liter.

 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...