Sejarah Perdagangan Opium di Nusantara, Sempat Topang Keuangan Negara

Image title
16 Januari 2024, 15:55
opium
ANTARA FOTO/REUTERS/Pascal Rossignol/rwa/sad.
Ilustrasi, ladang opium di Villers-Plouich, Prancis. Opium atau candu memiliki peran penting menopang keuangan negara saat Revolusi Kemerdekaan 1945-1949. Melalui perdagangan dan penyelundupan candu, pemerintah RI dapat memperoleh dana untuk membayar gaji pegawai, membiayai perwakilan di luar negeri dan membeli senjata.

Kedudukan Kantor Besar Regi Candu dan Garam Surakarta lebih tinggi dibandingkan Kantor Depot Regi Candu dan Obat Yogyakarta. Ini karena, Kantor Depot Regi Candu dan Obat Yogyakarta difungsikan sebagai tempat penyimpanan candu. Sementara, Kantor Besar Regi Candu dan Garam Surakarta memegang urusan administrasi dan kebijakan.

Kantor Depot Regi Candu dan Obat Yogyakarta dipilih sebagai pusat penyimpanan opium, karena pertimbangan keamanan. Hal itu dikarenakan Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan, yang berarti juga pusat kekuatan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Kantor Besar Regi Candu dan Garam Surakarta berada di bawah Kementerian Keuangan, dan Kementerian Pertahanan Bagian Intendans. Kedua kementerian ini dapat secara langsung meminta disediakan sejumlah opium untuk berbagai kepentingan.

Dalam Djogdja Documenten Nomor 248, selain dua kementerian ini, Kantor Wakil Presiden RI juga dapat secara langsung meminta penyediaan opium yang dibutuhkan.

Berdasarkan struktur kelembagaan, penanganan opium pada masa revolusi kemerdekaan berada di bawah koordinasi kantor Wakil Presiden. Kantor ini dibantu oleh dua kementerian, yaitu Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertahanan Bagian Intendans.

Kedua kementerian ini, bertugas memberikan pertimbangan dan izin bagi badan-badan perjuangan dalam mendapatkan dan menjual opium. Selain itu, kedua kementerian ini juga dapat memerintahkan penyelundupan ke luar negeri, dengan tujuan untuk mendapatkan dana perjuangan.

Di bawah dua kementerian ini, terdapat Kantor Besar Regi Candu dan Garam, yang bertugas menentukan seberapa banyak opium yang dapat diperoleh oleh badan perjuangan dan seberapa banyak yang dapat dijual, atau diselundupkan ke luar negeri.

Keputusan mengenai seberapa banyak opium yang dapat didistribusikan, atau diperdagangangkan, merupakan kewenangan sepenuhnya dari Kantor Besar Regi Candu dan Garam setelah melihat persediaan yang disimpan di kantor-kantor candu di bawahnya.

Opium
Opium (National Geographic)

3. Penjualan dan Penyelundupan Opium

Mekanisme permohonan opium untuk dijual, dilakukan dengan mengajukan surat permohonan kepada Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan Bagian Intendans, atau Kantor Wakil Presiden. Selanjutnya, dua kementerian ini atau Kantor Wakil Presiden meminta Kantor Besar Regi Candu dan Garam menyediakan candu yang dibutuhkan.

Keputusan untuk menyetujui banyaknya opium yang akan diberikan, atau dijual kepada badan-badan perjuangan atau institusi tertentu, sangat tergantung dari persediaannya.

Opium yang masih mentah biasanya disimpan di Kantor Regi Candu dan Garam di Kediri. Hal ini disebabkan lahan penanaman yang terbesar, dan milik pemerintah terletak di wilayah Kediri. Meski demikian, beberapa wilayah lain juga memiliki area penanaman, meski tidak sebesar Kediri.

Sementara, pabrik tempat pengolahan opium yang dikelola oleh pemerintah, terletak di Wonosari Gunung Kidul dan Beji Klaten. Dua pabrik ini mengolah candu, baik dalam bentuk setengah matang maupun matang. Candu setengah matang disebut sebagai candu kasar, sedangkan candu yang sudah matang sudah dikemas dalam tabung atau tube, dengan berat 0,8 gram.

Berdasarkan perintah dari Kementerian Pertahanan Bagian Intendans, opium yang matang dalam satu tube ditetapkan dengan harga 60 Oeang Republik Indonesia (ORI). Selain itu, pemerintah juga membolehkan penjualan candu matang dalam mata uang NICA (f), dengan harga berkisar antara f 3,15-3,85 atau setara dengan 100 ORI. Harga ini berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, kecuali Jakarta, yang dijual seharga f 5.

Dalam beberapa laporan, Kantor Besar Regi Candu dan Garam di Surakarta dan Kementerian Pertahanan Bagian Intendans lebih suka menjual opium dengan menggunakan uang NICA. Pasalnya, uang NICA saat itu lebih stabil, serta dapat dipergunakan untuk membeli senjata atau perlengkapan perang dari luar negeri.

Dalam beberapa kasus, penjualan atau penyelundupan opium ke luar negeri, dihargai dengan dolar Amerika Serikat (AS). Pemerintah menargetkan satu tube candu dihargai US$ 3, tetapi seringkali target tersebut tidak tercapai, dan hanya dihargai US$ 2.

Pada masa Revolusi Kemerdekaan 1945-1949, pemerintah Indonesia sangat berhati-hati dalam memperdagangkan opium. Pemerintah, termasuk di dalamnya badan-badan perjuangan, lebih memilih menukarkannya kepada pihak-pihak tertentu, yang dapat menyediakan barang yang dibutuhkan daripada menjual langsung.

Ini terlihat dari laporan Kementerian Pertahanan Bagian Intendans, bahwa terdapat beberapa Kantor Regi Candu dan Garam menukarkan sejumlah candu kepada perusahaan Astuty Trading Coy dengan bahan pakaian.

Opium
Opium (United Nations Office on Drugs and Crime)

Kemudian, ada pula laporan Komandan Batalyon Genie Pionier di Jawa Tengah, yang meminta 2.250 kg opium atau 2.812.500 tube kepada Kantor Besar Regi Candu dan Garam. Candu tersebut diperlukan untuk ditukarkan dengan persenjataan. Nilai yang dapat ditukar dengan senjata, adalah 50 mata candu setara dengan dua senjata jenis karabin, 200 mata candu ditukar dengan satu bregun.

Pemerintah pun lebih memilih untuk menyelundupkan opium ke luar negeri, seperti ke Singapura atau Burma (sekarang Myanmar). Ini dilakukan, agar pemerintah Indonesia dapat menukarkan atau membeli senjata, mendapatkan devisa untuk membeli berbagai keperluan, dan dapat ditukarkan dengan emas.

Selain itu, dengan cara menyelundupkan, maka perdagangan dan penggunaan opium oleh masyarakat di dalam negeri dapat dihindari. Untuk soal ini, pemerintah tergolong tegas, dengan melarang badan-badan perjuangan menjual langsung kepada masyarakat, baik di wilayah RI, maupun beberapa daerah pendudukan Belanda.

Penyelundupan opium ke Singapura dimulai pada Juli 1947 atas perintah Perdana Menteri Amir Syarifuddin. Kegiatan ini semakin intensif dilakukan, sejak dikeluarkan perintah penyelundupan oleh Wakil Presiden Muhammad Hatta pada Februari 1948.

Setiap opium yang diselundupkan keluar negeri harus diketahui oleh Kantor Besar Regi Candu dan Garam. Ini juga termasuk besaran yang akan dikirim ke luar negeri, yang juga berdasarkan kebijaksanaan Kantor Besar Regi Candu dan Garam.

Penyelundupan Opium Sukses Berkat Indoff

Penyelundupan barang-barang dari Indonesia, termasuk opium, bisa berhasil berkat peran kantor perwakilan RI pertama di luar negeri, yang disebut dengan Indoff atau Indonesia Office. Kantor ini berdiri setelah perjanjian Linggajati ditandatangani, dan dipimpin oleh Utoyo Ramelan atas perintah Perdana Menteri Sutan Sjahrir.

Indoff sangat berjasa bagi perjuangan Indonesia selama Revolusi Kemerdekaan, terutama dalam hal pusat pemantauan berita dari dalam dan luar negeri dan sebagai sumber keuangan untuk membantu pembiayaan perwakilan-perwakilan RI di luar negeri. Sumber-sumber keuangan yang diperoleh Indoff didapatkan dari aktivitas penyelundupan dari Jawa dan Sumatera, termasuk di dalamnya opium.

Opium
Opium (Freepik)

Secara perinci, Indoff memiliki lima tugas, antara lain:

  • Menjalin hubungan kerja sama dengan pemerintah setempat, yaitu “The Colony of Singapore”, sebagai perwujudan praktis dari pengakuan de facto atas RI dan pemerintah Inggris.
  • Membentuk jalur komunikasi dengan media pers internasional, untuk menyajikan fakta jalannya perjuangan RI sebagai counter terhadap suara-suara pro-Belanda.
  • Mengadakan koordinasi dalam berbagai usaha, baik perdagangan dan urusan lainnya, yang dijalankan oleh utusan-utusan Indonesia dan memakai Singapura sebagai daerah operasi.
  • Membimbing dan memanfaatkan masyarakat Indonesia di Singapura dan Malaya, agar menjadi unsur pendukung perjuangan RI.
  • Menjadi otorita tunggal atau satu-satunya wakil resmi pemerintah RI di Singapura untuk menangani masalah politik, ekonomi, dan militer.

Melalui Indoff dengan badan di bawahnya, yakni Trade Finance Departement (TFD), kegiatan penyelundupan candu dapat dilakukan secara intensif.

Tidak diketahui secara pasti berapa besar total perdagangan opium yang dilakukan pemerintah Indonesia selama masa Revolusi Kemerdekaan. Namun, berdasarkan Djogdja Documenten Nomor 291, diketahui berat bersih candu yang diselundupkan ke Singapura hingga 2 Mei 1948, mencapai 2.557.900 kg atau 2.557,9 ton.

Sementara, nilai nominal perdagangan opium saat itu tidak diketahui. Sebab, perdagangannya pada masa Revolusi Kemerdekaan selain dilakukan dengan ORI, juga dilakukan dengan uang NICA dan dolar AS. Ditambah lagi, banyak yang diperdagangkan dengan sistem barter, baik itu dengan komoditas pakaian maupun senjata.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...