PLN Bisa Cetak Laba Bersih Rp 11,6 T pada 2018 karena Dana Subsidi
Perusahaan Listrik negara (PLN) mencatatkan kinerja positif sepanjang 2018 dengan mencatatkan kenaikan pendapatan dari penjualan tenaga listrik sebesar 6,85% menjadi Rp 263,4 triliun, dibandingkan capaian 2017 yang mencapai Rp 246,5 triliun atau naik Rp 16,8 triliun.
Kenaikan nilai penjualan ini membuat volume penjualan listrik sepanjang 2018 naik menjadi 234 Terra Watt hour (TWh), dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 223 TWh. Kenaikan konsumsi listrik tahun lalu, didominasi oleh pertumbuhan konsumsi listrik oleh pelanggan bisnis dan industri.
Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan, peningkatan penjualan tersebut sejalan dengan keberhasilan PLN selama 2018 menambah kapasitas pembangkit. "Serta menambah jaringan transmisi sepanjang 5.323 kilometer sirkuit (kms) menjadi 53.606 kms dan menambah Gardu Induk sebesar 20.645 MVA menjadi 131.164 MVA," katanya melalui siaran pers, Rabu (29/5).
Peningkatan konsumsi kWh ini juga didukung oleh adanya kenaikan jumlah pelanggan, di mana sampai dengan akhir 2018 telah mencapai 71,9 juta atau bertambah 3,8 juta pelanggan dari akhir 2017. Sarwono melanjutkan, bertambahnya jumlah pelanggan ini mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional menjadi 98,3%, lebih tinggi dari target sebesar 97,5%
(Baca: Kantongi Laba Rp 11,6 Triliun di 2018, PLN Tak Setor Dividen ke Negara)
Selain naiknya pendapatan dari penjualan tenaga listrik, tahun lalu pendapatan dari penyambungan pelanggan dan lain-lain juga ikut meningkat. Penyambungan pelanggan tahun lalu naik 2,75% menjadi Rp 7,30 triliun, sedangkan pendapatan lain-lain naik 32,3% menjadi Rp 2,11 triliun tahun lalu. Dengan begitu, jumlah pendapatan usaha PLN tahun lalu menjadi Rp 272,8 triliun, naik 6,89% dari Rp 255,2 triliun di 2017.
Beban Usaha Meningkat karena Biaya Bahan Bakar
Sarwono mengatakan, PLN telah melakukan efisiensi pada komponen biaya operasi sehingga kondisi keuangan tetap terjaga. Sepanjang 2018, PLN berhasil melakukan efisiensi antara lain melalui pengurangan konsumsi BBM, peningkatan efisiensi operasi pembangkit sehingga konsumsi energi per kWh PLTU Batubara dapat ditekan, serta melakukan zonasi untuk menghemat ongkos transportasi batu bara.
Meski begitu, beban usaha perusahaan tahun lalu malah meningkat Rp 32,7 triliun atau meningkat 11,88% dibandingkan 2017. Tercatat, jumlah beban usaha mereka pada 2017 sebesar Rp 275,4 triliun, sedangkan pada 2018 beban usaha mereka mencapai Rp 308,1 triliun. Beban tersebut disumbang oleh meningkatnya beban usaha dari bahan bakar dan pelumas sebesar 17,37% menjadi Rp 137,2 triliun dari Rp 116,9 triliun.
Dengan beban yang meningkat tersebut, sebenarnya membuat PLN mengalami rugi usaha sebesar Rp 35,2 triliun, padahal pada 2017 rugi usaha mereka hanya Rp 20,1 triliun. Namun, catatan tersebut belum ditambahkan dengan subsidi dari pemerintah kepada PLN.
(Baca: Djoko Abumanan, Pejabat Karier PLN yang Mengisi Kursi Sofyan Basir)
Subsidi listrik dari pemerintah tahun lalu, tercatat naik 5,17% dibandingkan 2017. Pemerintah memberikan subsidi tahun lalu senilai Rp 48,1 triliun, sedangkan tahun 2017 pemerintah memberikan subsidi listrik sebesar Rp 45,7 triliun. Selain itu, pemerintah memberikan subsidi untuk pendapatan kompensasi senilai Rp 23,1 triliun, sedangkan 2017 pemerintah tidak memberikan pendapatan kompensasi tersebut.
Dalam laporan keuangan PLN 2018 yang diunggah ke situs Bursa Efek Indonesia (BEI), dijelaskan bahwa Pendapatan Kompensasi merupakan pendapatan dari pemerintah atas penggantian Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik beberapa golongan pelanggan, yang tarif penjualan tenaga listriknya lebih rendah dibandingkan BPP. Namun, pendapatan kompensasi yang belum diperhitungkan dalam subsidi, diakui sebagai pendapatan atas dasar akrual.
Dengan subsidi dari pemerintah tersebut, membuat PLN mengantongi laba usaha senilai Rp 35,98 triliun. Catatan tersebut, naik hingga 40,79% dibandingkan laba usaha PLN pada 2017 yang hanya senilai Rp 25,5 triliun. Dengan catatan tersebut, laba bersih PLN pada 2018 tercatat senilai Rp 11,56 triliun atau naik hingga 162,3% dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya Rp 4,41 triliun.
Menurut Sarwono, peningkatan kinerja keuangan perusahaan, ditopang dari pertumbuhan penjualan, efisiensi operasi, serta dukungan Pemerintah melalui domestik market obligation (DMO) Batubara baik dari sisi harga maupun volume. Di samping itu, membaiknya kinerja perusahaan juga dikarenakan penguatan kurs mata uang rupiah pada akhir tahun dan penurunan harga ICP dibanding dengan triwulan ketiga 2018.
(Baca: Berkat Optimalisasi Pembangkit, PLN Berhasil Tekan Konsumsi LNG)