Morgan Stanley Turunkan Peringkat Saham Indonesia Jadi Underweight, Ada Apa?


Morgan Stanley Capital International atau MSCI menurunkan rating pasar saham Indonesia dari equal weight menjadi underweight. Sebaliknya, MSCI justru menaikan MSCI Cina dari underweight menjadi equal weight.
Equity Strategist Morgan Stanley, Jonathan F. Garner, mengatakan Morgan Stanley mencatat pergeseran tren return on equity (ROE) yang mengarah ke Cina, didorong oleh perbaikan sektor-sektor utama. Sementara pertumbuhan ekonomi di Indonesia justru terhambat yang akhirnya berdampak pada valuasi pasar modal Indonesia.
Berdasarkan risetnya, target Indeks Hang Seng pada Desember 2025 diprediksi mencapai 24.000 atau naik 4%. Sedangkan MSCI Cina ditargetkan di angka 77 atau tumbuh sebesar 4%.
Kemudian target CSI 300 A-shares tetap di 4.200 atau naik 7%, dan MSCI Emerging Markets (EM) direvisi naik menjadi 1.200 atau tumbuh 5%. Hal itu seiring optimisme terhadap Cina dan proyeksi stabil untuk mata uang pasar berkembang (EMFX).
Garner menjelaskan bahwa kenaikan ROE Cina lebih banyak disebabkan oleh perbaikan fundamental di tingkat perusahaan, seperti efisiensi operasional dan strategi monetisasi di sektor e-commerce dan internet. Sebaliknya, ROE Indonesia justru tertekan akibat ekonomi domestik melemah.
Para analis Morgan Stanley masih berhati-hati terhadap kemungkinan pemulihan dalam waktu dekat dan cenderung memilih eksposur investasi di negara-negara ASEAN lainnya.
“Faktor geopolitik juga berkontribusi dalam menurunnya risiko investasi di Cina,” tulis Garner dalam risetnya, dikutip Selasa (25/2).
Di samping itu, pembicaraan terkait penyelesaian konflik Ukraina-Rusia, serta kebijakan pemerintah Cina yang lebih mendukung sektor swasta, dinilai mengurangi premi risiko ekuitas. Akibatnya, Garner mengatakan valuasi MSCI China meningkat menjadi 11,6 kali earnings, naik dari sebelumnya 10 kali earnings.
Meski begitu, Garner mengingatkan bahwa kenaikan risiko investasi di Cina masih bisa terjadi apabila ketegangan dengan Amerika Serikat meningkat. Investor juga akan mencermati laporan kebijakan perdagangan "America First" yang akan dirilis pada 1 April, serta perkembangan mengenai kontrol ekspor AS terhadap China.
“Selain itu, tantangan deflasi di Cina masih menjadi faktor yang dapat menghambat pergerakan pasar saham dalam jangka panjang,” tambah Garner.
Respons Bursa Efek Indonesia
Menanggapi riset terbaru MSCI tersebut, Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menyebut bahwa review MSCI dilakukan secara periodik dan diharapkan pada evaluasi berikutnya akan ada perubahan positif. Menurut Hendrik, tim MSCI sedang berada di Jakarta dan akan mengadakan pertemuan dengan emiten untuk berbagi wawasan mengenai metodologi MSCI, baik dalam penilaian ESG maupun aspek lainnya.
“Diharapkan sesi ini dapat bermanfaat bagi emiten di BEI,” kata Jeffrey ketika dihubungi wartawan, Seleasa (25/2).
Sementara itu, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG anjlok 2,34% atau 158,16 poin ke level 6.591 pada penutupan perdagangan saham sesi I hari ini. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan pengumuman terbaru dari MSCI turut mempengaruhi bursa saham Indonesia.
Data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan nilai transaksi saham sebesar Rp 6,21 triliun dengan volume 10,76 miliar saham dan frekuensi sebanyak 724,1 ribu kali. Sebanyak 127 saham menguat, 476 saham terkoreksi, dan 352 saham tidak bergerak. Adapun kapitalisasi pasar IHSG sesi pertama siang ini sebesar Rp 11.387 triliun.