BPK: Penanganan Bumiputera oleh OJK Tidak Sesuai Ketentuan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya penanganan persoalan keuangan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) yang tidak sesuai ketentuan. Hal itu mengakibatkan perlindungan hak pemegang polis tidak terjamin. Penilaian tersebut berdasarkan pemeriksaan kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam pengawasan sektor perasuransian pada 2015 sampai semester I 2017.
BPK menyebut penyelesaian permasalahan AJBB berlarut-larut. BPK mencatat, perusahaan asuransi tertua di Indonesia tersebut mengalami kekurangan tingkat solvabilitas sebesar Rp 2,94 triliun pada 31 Desember 1997. Ujungnya, OJK menunjuk dan menetapkan pengelola statuter untuk mengambil alih kepengurusan AJBB pada 2016.
Dari hasil pemeriksaan BPK, kriteria mengenai penetapan pengelola statuter yang berdasarkan Peraturan OJK Nomor 41/POJK.05/2015 tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Penunjukan Anggota Pengelola Statuter disebut tidak melalui uji kelayakan dan kepatutan.
"OJK seharusnya tunduk pada hukum yang bersifat khusus yaitu UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian," demikian tertulis dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II yang dikutip Katadata.co.id, Rabu (4/4). Pangkal soal persoalan tersebut yaitu kelalaian dalam menetapkan POJK dengan tidak memerhatikan UU tentang Perasuransian.
(Baca juga: Pengangkatan Direksi Baru Bumiputera Tunggu Keuangan Perusahaan Sehat)
Di luar persoalan itu, BPK juga menemukan persoalan lain yaitu tidak adanya laporan mengenai kondisi kesehatan AJBB. OJK juga diketahui belum memberikan sanksi terkait kesehatan keuangan AJBB. BPK pun menyalahkan pengelola statuter yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik dan OJK yang tidak tegas dalam pengawasan AJBB.
Menanggapi temuan BPK, OJK menyatakan penetapan pengelola statuter sudah sesuai dengan POJK Nomor 41 Tahun 2015 dan Surat Edaran (SE) OJK Nomor 44/SEOJK.05/2016. Namun, BPK menyatakan OJK seharusnya tunduk pada UU Perasuransian.
Sementara itu, terkait temuan tidak adanya laporan kondisi AJBB, OJK menyatakan bantahannya. Menurut OJK, pihaknya mengetahui kondisi AJBB mengalami persoalan solvabilitas berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan secara berkala oleh AJBB.
(Baca juga: Bumiputera Terbelit Persoalan Keuangan, Nasabah Besar Tagih Penjelasan)
Namun, menurut BPK, dengan on-site supervision OJK semestinya otoritas tersebut dapat memperoleh gambaran nyata dari kondisi dari kondisi kesehatan sehingga penyimpangan maupun missmanajemen dapat diminimalkan.
Di sisi lain, terkait sanksi yang tidak diberikan untuk AJBB, OJK menyatakan, pemberian sanksi pada masa penyehatan dikhawatirkan menjadi kontra produktif. Namun, menurut BPK sanksi administratif diberikan agar industri perasuransian menjadi sehat, dapat diandalkan, amanah dan kompetitif sehingga meningkatkan perlindungan bagi pemegang polis, peserta dan berperan mendorong pembangunan nasional.
(Baca juga: Batal Lanjutkan Restrukturisasi, AJB Bumiputera Beroperasi Lagi)
Masih terkait pengawasan perasuransian, BPK merekomendasikan agar OJK meningkatkan koordinasi dengan DPR dan Pemerintah untuk mempercepat pembentukan Undang-Undang tentang penjaminan polis, Peraturan Pemerintah tentang badan hukum usaha bersama, dan Peraturan Pemerintah tentang badan hukum asing dan kepemilikan badan hukum asing, serta kepemilikan warga negara asing dalam perusahaan perasuransian.
BPK merekomendasikan hal itu lantaran pembentukan ketiga peraturan tersebut merupakan amanat UU Perasuransian. Menurut BPK, ketiadaan aturan tersebut mengakibatkan hak pemegang polis tidak sepenuhnya terjamin dan adanya ketidakpastian hukum atas perusahaan asuransi dengan bentuk usaha bersama dan pembatasan kepemilikan asing di perusahaan perasuransian.
(Baca juga: Tangani Bumiputera, OJK Terbitkan Peraturan Tentang Asuransi Mutual)