Banjir Obligasi Negara, Pemerintah Perlu Waspadai Rebutan Dana Publik

Desy Setyowati
Oleh Desy Setyowati - Martha Ruth Thertina
26 September 2016, 09:44
Rupiah
Arief Kamaludin|KATADATA

Senada dengan Josua, Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperingatkan BI dan pemerintah untuk saling bahu-membahu. Dengan demikian, dapat mengantisipasi dampak berlebih kebijakan tersebut terhadap likuiditas di pasar. “Kalau tahun lalu kan tiba-tiba, seperti nggak ada koordinasi. Akhirnya likuiditas mengetat, suku bunga bank juga sempat naik di atas 10 persen,” kata David.

Sementara itu, Ekonom Senior Kenta Institute Eric Sugandi menduga dampak dari penambahan obligasi terhadap kenaikan suku bunga bank tahun ini lebih kecil dibanding tahun lalu. Sebab, ada arus modal masuk (inflows ) ke obligasi akan membantu menekan imbal hasil obligasi. Inflows yang dimaksud di antaranya terkait dengan repatriasi sebagai buntut kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty.

Pemerintah memang berencana mencari pinjaman untuk menutup defisit anggaran yang diperkirakan bakal membengkak hingga akhir tahun ini. Untuk itu, pemerintah akan menerbitkan obligasi berdenominasi rupiah. Sekedar catatan, hingga 5 September lalu, penerbitan SBN sudah mencapai Rp 549,4 triliun. Mayoritas berasal dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 389,3 triliun. (Baca juga: Genjot Ekonomi, Pemerintah Didorong Perlebar Defisit Anggaran).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara memperkirakan akan ada tambahan utang sekitar Rp 37 - 39 triliun yang harus disiapkan pemerintah. Tambahan utang tersebut dengan asumsi defisit anggaran tahun ini melebar menjadi 2,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 333,7 sampai 335,7 triliun. Sebelumnya, pemerintah menargetkan defisit 2,35 persen dari PDB atau sebesar Rp 296,7 triliun. Adapun pembengkakan diprediksi hanya 2,5 persen dari PDB.  

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Scenaider Clasein Hasudungan Siahaan menilai langkah tersebut tidak akan mengganggu likuiditas keuangan di dalam negeri. Alasannya, dana yang didapat pemerintah itu akan langsung dibelanjakan kembali. Alhasil, likuditas tersebut akan kembali mengalir ke sistem keuangan dan masyarakat.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Robert Pakpahan mengatakan penerbitan SBN dilakukan pada minggu pertama November sebesar Rp 17 triliun untuk memenuhi defisit anggaran 2,5 persen. Namun apabila ada pelebaran defisitmenjadi 2,7 persen, penerbitan SBN di pasar obligasi dan pasar utang akan ditingkatkan. (Baca: Defisit Melebar, Pemerintah Siapkan Surat Utang Rp 27 Triliun)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...