Ketua BPK Dituntut Klarifikasi Tertulis Panama Papers ke Jokowi

Ameidyo Daud Nasution
25 April 2016, 05:00
Aktivis Korupsi
Ameidyo Daud|KATADATA
Para aktivis antikorupsi mempersoalkan nama Ketua BPK dalam dokumen Panama Papers di Jakarta, Minggu (24/4).

Seperti diketahui, organisasi wartawan investigasi global (ICIJ) merilis dokumen bertajuk Panama Papers secara serentak di seluruh dunia mulai pada awal April lalu. Dokumen yang bersumber dari bocoran data firma hukum Mossack Fonseca di Panama ini menyangkut 11,5 juta dokumen daftar kliennya dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang diduga sebagai upaya untuk menyembunyikan harta dari endusan aparat pajak.

Sekitar 899 lebih WNI dikabarkan memiliki perusahaan cangkang di berbagai negara suaka pajak. Salah satunya adalah Harry. Meski semula membantah, Ketua BPK ini mengakui punya perusahaan cangkang di British Virgin Island bernama Sheng Yue International Limited sejak tahun 2010.

(Baca: Masuk Panama Papers, Ketua BPK: Diminta Anak Buat Perusahaan)

Ia menyatakan, perusahaan itu didirikan atas permintaan anaknya untuk menjalankan usaha keluarga. Saat terpilih menjadi Ketua BPK tahun 2014, Harry memutuskan mengundurkan diri dari Sheng Yue. Namun, lantaran proses pengunduran diri tersebut terbentur kesibukannya maka baru bisa dilakukan pada akhir 2015. Sheng Yue pun akhirnya tidak pernah beroperasi dan melakukan transaksi apapun. Karena itu, Harry memutuskan menjual perusahaan tersebut dengan harga sangat murah. “Hanya satu dolar Hong Kong saya jual waktu itu," katanya.

Di sisi lain, Harry mengakui belum melaporkan harta kekayaannya sebagai pejabat negara kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalihnya, dia masih harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan KPK untuk membahas kepemilikannya atas Sheng Yue. “Apakah status sebagai bekas pemilik saham Sheng Yue perlu dicantumkan dalam LHKPN,” ujarnya.

(Baca: Masuk Panama Papers, Ketua BPK Belum Lapor Harta Sejak Menjabat)

Seperti diberitakan Katadata sebelumnya, sejak menjabat Ketua BPK tahun 2014, Harry belum pernah melaporkan harta kekayaannya kepada KPK. Berdasarkan lembar LHKPN kepada KPK, dia tercatat baru dua kali melaporkan harta kekayaannya, yaitu saat masih menjadi anggota DPR. Pertama, pada 2003, bekas anggota DPR dari Partai Golkar ini melaporkan total nilai kekayaannya mencapai Rp 1,095 miliar dan US$ 11.344.

Kedua, pada 2010, Harry kembali menyerahkan LHKPN. Kali ini, hartanya telah membengkak menjadi Rp 9,93 miliar dan US$ 680. Setelah itu, Harry tak pernah lagi melaporkan harta kekayaannya kepada KPK meski kemudian dia menjadi Ketua BPK tahun 2014. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, seorang pejabat wajib melaporkan harta kekayaannya sebelum dan setelah menjabat suatu posisi.

Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri mengatakan, kewajiban deklarasi aset oleh para pejabat harus menjadi salah satu poin utama dari revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Ia mencontohkan, tidak melihat Sheng Yue terdaftar dalam LHKPN Harry pada 2010. "Kami meragukan kejujuran beliau pada pelaporan LHKPN tersebut," katanya.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...