Usai Standard Chartered, DBS Juga Setop Pendanaan Batu Bara bagi Adaro
Bank-bank dunia mulai menghentikan pendanaan terhadap proyek-proyek terkait dengan sektor batu bara. Terbaru, bank terbesar Singapura, DBS, akan menghentikan pendanaan kepada perusahaan batu bara Indonesia, PT Adaro Energy Tbk (ADRO).
DBS menghentikan pendanaan proyek batu bara Adaro sebagai bagian dari komitmennya terhadap perubahan iklim. Bank itu menyatakan tidak berniat memperbarui pendanaan jika batu bara masih mendominasi bisnis Adaro.
“Eksposur kami terhadap anak perusahaan Adaro Energy di sektor batubara akan berkurang secara signifikan pada akhir tahun 2022. Kami tidak berniat memperbarui pendanaan jika bisnis masih didominasi oleh batu bara termal,” kata juru bicara DBS seperti dikutip dari Strait Times pada Kamis (8/9).
Pada 2021, batu bara menyumbangkan 96% dari pendapatan Adaro. Sedangkan, DBS berkomitmen untuk mengurangi eksposur batu-bara sampai dengan nol pada 2039. Saat ini, batu-bara dianggap sebagai industri yang akan hilang di masa depan (sunset), inilah yang mendorong pemilik dana meninggalkan batu-bara.
Ketika dikonfirmasi, Adaro membenarkan bahwa DBS akan menghentikan pendanaan untuk proyek batu bara. “Kami hormati keputusan mereka,” kata Head of Corporate Communications Adaro Febriati Nadira kepada Katadata.co.id.
Dia menambahkan bahwa saat ini, Adaro tidak memiliki persyaratan pembiayaan segera. Ketika kebutuhan muncul, Adaro akan mengeksplorasi dan mengevaluasi opsi pendanaan yang tersedia, baik dari pasar utang atau ekuitas.
Sebelumnya Standard Chartered sudah lebih mengumumkan penghentian dukungan keuangan kepada Adaro. Bank yang berbasis di London, Inggris ini juga tengah mengejar komitmen net zero emission dari layanan pembiayaannya pada 2050.
Peneliti di Trend Asia Andri Prasetiyo mengatakan keputusan institusi keuangan global semacam ini menunjukkan bahwa masa depan cerah bagi industri batu bara hampir sulit terjadi.
“Adaro salah satu perusahaan batu bara terbesar yang mendapatkan laba jumbo dari masa windfall batubara. Namun,tetap saja hal ini tidak mampu mengurungkan niat lembaga finansial untuk segera menarik diri dan pergi. Perusahaan harus semakin serius dan segera mempercepat rencana transisinya,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Dia menambahkan bahwa ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi industri batubara, bahwa di tengah penguatan komitmen transisi energi ke depan, terdapat indikasi momentum windfall yang indah yang dinikmati saat ini tidak otomatis akan terus bertahan menjadi laba di masa depan.