Risiko Global Meningkat, Investor Alihkan Aset ke Emas dan Dolar AS
Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, ketidakpastian ekonomi global telah mendorong investor mengalihkan dananya ke aset yang lebih aman atau safe haven seperti dolar AS dan emas sehingga turut berdampak pada volatilitas rupiah saat ini.
"Melemahnya perekonomian global dan meningkatnya ketegangan geopolitik, memaksa pelaku pasar untuk menempatkan dananya pada instrumen yang dianggap aman seperti dolar AS dan komoditas emas," kata Reny dikutip dari Antara, Rabu (3/4).
Untuk memitigasi volatilitas eksternal, Bank Indonesia (BI) akan melanjutkan triple intervensi, twist operasi, implementasi Devisa Hasil Ekspor (DHE), dan lelang instrumen terkini untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan menyerap aliran modal.
Instrumen tersebut meliputi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), serta Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI).
Sejak awal 2024 sampai dengan 27 Maret 2024, total modal asing keluar bersih di pasar surat berharga negara (SBN) mencapai Rp 33,31 triliun. Sementara modal asing masuk bersih di pasar saham dan SRBI masing-masing sebesar Rp 28,90 triliun dan Rp 20,05 triliun.
Reny menuturkan bahwa data perekonomian, kondisi perekonomian global, ekspektasi inflasi, dan kebijakan moneter merupakan faktor penentu utama yang dapat mengarahkan bank sentral untuk menerapkan penurunan suku bunga.
Saat ini, peningkatan permintaan dolar AS juga didorong oleh berbagai data perekonomian AS yang menunjukkan perbaikan, di mana produk domestik bruto (PDB) AS pada kuartal IV-2023 direvisi naik menjadi 3,4% secara kuartal atau quarter on quarter (qoq) dari sebelumnya 3,2% (qoq).
Menurut dia, suku bunga bank sentral AS, The Fed atau Fed Funds Rate berpotensi turun paling cepat pada paruh kedua 2024. Begitu pula potensi penurunan suku bunga acuan BI atau BI-Rate baru akan terjadi pada paruh kedua tahun ini.
Dengan asumsi kebijakan The Fed akan menurunkan Fed Funds Rate menjadi 5% dan potensi aliran modal kembali ke pasar domestik, Reny memperkirakan nilai tukar rupiah dapat mencapai kisaran Rp 15.400 sampai dengan Rp 15.600 per dolar AS.
"Kemudian imbal hasil obligasi dalam negeri pada kisaran 6,4% sampai 6,5% pada akhir 2024," kata Reny.
Penurunan Suku Bunga The Fed Diprediksi Pada Juni 2024
Chief Economist Citi Indonesia Helmi Arman memperkirakan, penurunan suku bunga The Fed akan diiringi dengan arus modal masuk ke pasar obligasi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini menjadi faktor penyeimbang bagi pasar valas domestik di tengah adanya berbagai tantangan.
Hingga saat ini, imbuh Helmi, Citi masih memperkirakan penurunan suku bunga acuan AS atau Fed Funds Rate akan dimulai pada bulan Juni 2024.
"Walaupun penurunan inflasi di Amerika Serikat masih berjalan relatif lambat, kami berpandangan bahwa The Fed tetap akan menurunkan bunga acuannya dan ini akan dilakukan untuk memperkecil risiko terjadinya resesi di Amerika Serikat," ujar dia.
Citi juga memperkirakan bahwa kondisi ketenagakerjaan di Amerika Serikat dalam beberapa bulan ke depan akan cenderung menunjukkan momentum yang melemah.
Merujuk pada kondisi itu, maka terdapat potensi penurunan suku bunga The Fed yang lebih besar apabila dibandingkan dengan median perkiraan Dewan Gubernur The Fed yang saat ini berada di level 75 basis poin.