Bidik IPO Terbesar Rp 24,9 T, Mitratel Tawarkan Saham Rp 775 - Rp 975

Lavinda
Oleh Lavinda
26 Oktober 2021, 10:26
Mitratel, IPO, Bursa, Saham
ANTARA FOTO/Syaiful Arif
Pekerja melakukan perawatan jaringan di salah satu menara Base Transceiver Station (BTS) di kawasan Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso, Jombang, Jawa Timur, Kamis (11/7/2019).

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menilai IPO Mitratel berpotensi menuai kesuksesan karena memiliki fundamental yang kuat. Hal ini terlihat dari aset dan layanan yang tidak dimiliki oleh perusahaan sejenis. Saat ini, Mitratel memiliki 28 ribu menara telekomunikasi.

Menurut Arya, Mitratel juga memiliki strategi pertumbuhan jangka panjang yang mumpuni. Saat ini, perusahaan masuk ke infrastruktur jaringan 5G yang sedang berkembang. Rencananya Mitratel juga akan mengembangkan bisnisnya di Asia Tenggara, bahkan ke Asia Pasifik.

Berdasarkan pengalaman di berbagai negara, valuasi tower ini bisa naik puluhan kali lipat. Beberapa contoh kasus terdekat ialah ketika Singapore Telecommunications Limited (Singtel) melego perusahaan menara miliknya di Negeri Kangguru, Australia Tower Network (ATN).

Perusahaan memiliki valuasi mencapai 2,3 miliar dolar Australia, atau mewakili kelipatan transaksi EV/EBITDA pro-forma 2021 sebesar 38x.

EV/EBITDA merupakan rasio fundamental saham berupa nilai perusahaan atau enterprise value dibagi dengan pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi. Nilai yang didapat bisa digunakan untuk menentukan bahwa harga saham di atas atau di bawah nilai wajar.

Di Amerika Serikat (AS), valuasi perusahaan tower bisa naik 20 kali lipat. Secara global rata-rata multipel valuasi perusahaan tower adalah 25-35 kali. Tingginya multipel valuasi ini disebabkan dalam bisnis menara telekomunikasi berlaku skema sale and leaseback. Artinya, menara dibeli, kemudian selain digunakan sendiri juga disewakan kembali, sehingga ada potensi kenaikan.

Di Indonesia, bisnis valuasi menara telekomunikasi memang relatif rendah dibanding negara lain, yakni 16 kali. Pasalnya, menara digunakan secara eksklusif untuk internal.

Namun, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja membuka jalan dengan ketentuan yang memungkinkan operator telekomunikasi berbagi infrastruktur dalam penggunaan menara sehingga meningkatkan rasio kolokasi.

Menurut analisis D-Insights, hal ini membuat perusahaan menara berpotensi meraih pendapatan tambahan dari para operator telekomunikasi tanpa mengeluarkan investasi lebih untuk biaya kolokasi. Hal ini akan membuat valuasi menara telekomunikasi bisa naik lebih tinggi kalau pemerintah daerah mulai membatasi pembangunan menara.

Berdasarkan riset Citi pada September 2021 lalu disebutkan, pengalihan sebanyak 4.000 menara telekomunikasi milik Telkomsel ke Mitratel tercatat memiliki nilai aset Rp 6,2 triliun. Ini membuat jumlah menara Mitratel bertambah menjadi 28.000 menara atau setara 30% pangsa pasar, tertinggi di Indonesia.

Valuasi per menara diterjemahkan menjadi Rp 1,55 miliar, lebih rendah dibanding valuasi transaksi sebelumnya, yakni Rp 1,7 miliar per menara.

"Kami melihat bahwa tarif sewa bisa menurun. Ini juga berarti valuasi EV/EBITDA akan lebih tinggi," demikian tertulis dalam hasil riset Citi.

Berdasarkan pernyataan terbaru dari perusahaan telekomunikasi dan perusahaan penyedia sewa menara, serta menganalisis transaksi menara baru-baru ini di Indonesia, Citi memperkirakan tarif sewa menara sekitar Rp 11 miliar.

"Dengan asumsi tersebut, Citi memperkirakan valuasi menara yang dibayarkan menjadi 13x EV/EBITDA," katanya.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...