3 Strategi Bukit Asam Bertransformasi Jadi Perusahaan Energi pada 2026
PT Bukit Asam Tbk berambisi untuk bertransformasi menjadi perusahaan energi pada 2026. Perusahaan berkode saham PTBA menargetkan separuh dari perdapatannya berasal dari bisnis energi, dan sisanya dari bisnis batu bara.
Untuk transformasi ini, perusahaan telah menyiapkan tiga strategi. Direktur Utama Bukit Asam Suryo Eko mengatakan strategi pertama untuk mentransformasi bisnis menjadi perusahaan energi dan kimia yaitu peningkatan portofolio pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Kedua, proyek hilirisasi batu bara dan chemical industry development dengan menyiapkan kawasan ekonomi khusus di Tanjung Enim, Sumatera Selatan sebagai area untuk pengembangan bisnis.
"Ketiga, carbon management program yaitu integrasi target pengurangan karbon dalam operasional pertambangan PTBA. PTBA mulai merambah portofolio EBT dengan pembangunan PLTS di lahan bekas tambang dan masyarakat," kata Suryo, Jumat (10/12).
Adapun proyek-proyek PLTS yang sudah dijalankan oleh perusahaan tambang pelat merah ini antara lain. PLTS Bandara Soekarno Hatta bersama AP2 yang beroperasi pada Oktober 2020. PLTS ini terdiri dari 720 panel surya dengan kapasitas total 241 kilowatt peak (kWp).
Lalu PLTS Irigasi Pesawaran, Lampung (CSR). PLTS ini Beroperasi pada 2020 dengan kapasitas 35 kWp dan 140 keping panel surya. PLTS ini bisa membuat pompa irigasi mengaliri air hingga 167 hektare (ha) lahan.
Kemudian, PLTS Irigasi Talawi, Sawahlunto (CSR) yang sudah beroperasi sejak 2019 dengan kapasitas 16,5 kWp. PLTS ini diperuntukkan untuk melistriki pompa irigasi yang mengairi 62 hektar lahan sawah.
Berikutnya, PLTS Irigasi Tanjung Raja, Muara Enim (CSR) yang beroperasi sejak 2020 dengan kapasitas PLTS 16,5 kWp dan menggunakan 140 keping panel surya.
Terakhir, PLTS Yayasan Az-Zawiyah Ogan Ilir, Sumsel (CSR) yang beroperasi pada 2020 dengan kapasitas 6 kWp. PLTS ini sepenuhnya dimanfaatkan untuk kebutuhan kegiatan pendidikan dengan penerima manfaat sebanyak 1.921 orang.
Bukit Asam juga tengah berencana untuk membangun proyek PLTS pasca tambang, antara lain PLTS Ombilin, Sumatera Barat; PLTS Tanjung Enim, Sumatera Selatan; dan PLTS Bantuas, Kalimantan Timur, masing-masing memiliki kapasitas bertahap hingga 200 MW. "Ini semua memanfaatkan bekas area tambang," ujarnya.
Di sisi lain, perusahaan juga tengah menargetkan pemasangan 10 PLTS dalam bentuk CSR dengan peruntukkan mengatasi masalah permasalahan pertanian dan irigasi. Rencananya proyek ini akan berlangsung mulai tahun depan.
PTBA saat ini tengah memprioritaskan proyek gasifikasi batu bara berkarbon rendah menjadi dimethyl ether atau DME. Produk ini nantinya dapat digunakan untuk mensubtitusi Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang pasokannya saat ini masih mengandalkan impor.
Menurut Suryo, proyek ini berjalan sesuai dengan rencana dan akan segera terealisasi sebagai bentuk komitmen PTBA atas terbitnya Perpres 109 tahun 2020 yang ditandatangani pada 17 November 2020 oleh Presiden Joko Widodo.
Setidaknya terdapat dua proyek PTBA yang masuk menjadi Proyek Strategis Nasional atau PSN. Pertama, Hilirisasi Gasifikasi Batu Bara di Tanjung Enim dan kedua, Kawasan Industri Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE), Tanjung Enim.
PTBA bersama Pertamina, dan Air Products & Chemicals Inc (APCI) juga telah menandatangani amendemen perjanjian kerja sama pengembangan DME yang berlangsung di Amerika Serikat, serta menandatangani Perjanjian Pengolahan DME yang menjadi bagian dari kerja sama pengembangan DME tersebut.
Suryo membeberkan Proyek Strategis Nasional ini akan dilakukan di Tanjung Enim selama 20 tahun mendatang dengan investasi dari APCI sebesar US$ 2,1 miliar atau setara Rp 30 triliun. Dengan penggunaan enam juta ton batu bara per tahun, maka proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun.
Jumlah tersebut dapat mengurangi impor LPG lebih dari 1 juta ton per tahun. "Sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan dan banyak benefit lainnya bagi Indonesia," katanya.
Menurut Suryo kerja sama ini menjadi portofolio baru bagi perusahaan yang tidak lagi sekedar menjual batu bara. Namun juga mulai masuk ke produk-produk hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah.