Bos Garuda Dukung Rencana Merger dengan Citilink dan Pelita Air

Patricia Yashinta Desy Abigail
22 Agustus 2023, 16:51
Bos Garuda Respons Soal Rencana Merger dengan Citilink dan Pelita Air
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Irfan Setiaputra menyatakan diskusi mengenai merger bisnis Garuda dengan Citilink dan Pelita Air terus berlangsung secara intensif.

PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) mengatakan rencana penggabungan usaha atau merger bisnis bersama Citilink dan Pelita Air masih dalam proses diskusi. 

"Kami sampaikan bahwa hingga saat ini proses diskusi terkait langkah penjajakan aksi korporasi tersebut masih terus berlangsung intensif," kata Direktur Utama GIAA Irfan Setiaputra dalam keterangan resminya, Selasa (22/8). 

Irfan mengatakan Garuda Indonesia Group akan mendukung dan memandang positif upaya wacana merger dengan Pelita Air. Adapun, Citilink, saat ini merupakan entitas dari Garuda Indonesia Group. Aksi korporasi ini, kata Irfan, akan dilandasi dengan kajian outlook bisnis yang hati-hati (prudent)

Irfan menjelaskan, rencana pengembangan masih dalam tahap awal. Saat ini Garuda tengah mengeksplorasi secara mendalam atas berbagai peluang sinergi bisnis yang dapat dihadirkan untuk bersama-sama dapat mengoptimalkan aspek profitabilitas kinerja. Merger ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem bisnis industri transportasi udara di Indonesia.  

Irfan menilai, langkah ini menjadi sinyal positif bagi upaya penguatan fundamental kinerja perusahaan. "Khususnya pascarestrukturisasi yang terus dioptimalkan melalui berbagai langkah akseleratif transformasi kinerja bersama pelaku industri aviasi Indonesia," sebut Irfan. 

Menteri BUMN Erick Thohir sebelumnya mengatakan, kementerian terus mengupayakan agar biaya logistik di Indonesia terus menurun sehingga semakin meringankan dunia bisnis. Untuk itu, ia mendorong agar efisiensi terus menjadi agenda utama pada perusahaan-perusahaan milik negara yang dipimpinnya.

Dia menyebut Indonesia masih kekurangan sekitar 200 pesawat. Perhitungan itu diperoleh dari perbandingan antara Amerika Serikat dan Indonesia. Dia mengatakan di Indonesia terdapat 280 juta penduduk dengan GDP US$ 4.700 atau Rp 72 juta. Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Padahal sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat.

"Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick di Tokyo, Jepang, dalam keterangan resminya, dikutip Selasa (22/8).

Untuk mengurangi ketertinggalan jumlah pesawat tersebut, Erick tidak menutup kemungkinan adanya penggabungan tiga maskapai BUMN. "BUMN terus menekan biaya logistik. Sebelumnya biaya logistik mencapai 23%, sekarang jadi 11%. Kami juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," katanya. 

Reporter: Patricia Yashinta Desy Abigail
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...