Banjir Dana Asing ke SUN, Nyaris Rp 20 Triliun Kurang dari Sebulan
Dana asing kembali mengalir masuk ke surat utang negara (SUN) sejak 19 Oktober lalu. Aliran masuk nyaris Rp 20 triliun hingga 5 November. Arus masuk disebut-sebut imbas beragam faktor yaitu kian menariknya SUN seiring harga yang murah dan tawaran imbal hasil (yield) tinggi, kuatnya kondisi ekonomi domestik, hingga meredanya intensi perang dagang.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan harga SUN sudah relatif murah bila dibandingkan dengan harga obligasi negara lainnya dengan kondisi fundamental yang sama."Kita valuasinya relatif lebih baik, apalagi kondisi eksternal dan domestik sudah mendukung," kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (7/11).
Mengacu pada data Asian Bonds Online, yield SUN tenor 10 tahun mencapai level tertingginya sepanjang tahun ini yaitu sebesar 8,87% pada 16 Oktober lalu. Aksi jual di pasar SUN menyebabkan harganya jatuh sehingga yield naik tinggi. Saat ini, yield telah kembali bergerak turun seiring aksi beli oleh investor asing. Pada Rabu ini, yield berada di posisi 8,18%.
Bila dibandingkan dengan posisi awal tahun, yield tersebut naik 186 basis poin. Kenaikan tersebut merupakan kedua tertinggi di antara negara Asia Tenggara, di bawah obligasi Filipina dengan tenor serupa yang naik 197 basis poin ke level 7,67%. Maka itu, David menyebut, obligasi pemerintah laku keras.
(Baca juga: Kuartal IV 2018, Arus Modal Asing Kembali ke Pasar Negara Berkembang)
Ia menjelaskan, kondisi domestik Indonesia yang lebih baik dari negara lain yang setara juga jadi faktor yang melatarbelakangi serbuan dana asing ke pasar SUN. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan III sedikit di atas ekspektasi. Selain itu, pemberlakuan pasar valas berjangka Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) turut membantu menstabilkan kurs rupiah.
Beberapa faktor global juga disebut David turut mendorong arus masuk dana asing ke pasar keuangan Indonesia dan negara berkembang lainnya. Pemilihan umum paruh waktu (mid-term election) di AS memengaruhi keputusan investor dalam menanamkan dananya. "Ada harapan (Partai) Demokrat menang sehingga kebijakan proteksionis AS bisa lebih dikendalikan kalau demokrat majority di kongres," ujarnya.
Namun, keberlangsungan arus masuk dana asing masih akan bergantung pada perkembangan fundamental domestik maupun global. Isu domestik berupa defisit transaksi berjalan jadi salah satu yang dicermati investor. Bila defisit transaksi berjalan dapat turun menjadi 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun depan, hal tersebut dinilai David bisa jadi sentimen positif. Sebab, hal itu menunjukkan berkurangnya ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan valas dalam perdagangan internasional.
Dari sisi global, investor masih akan mengamati perkembangan perang dagang maupun kebijakan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed), terkait bunga acuannya (Fed Fund Rate/FFR), pada Desember mendatang. "Investor lihat risiko dan peluang. Kalau ada peningkatan risiko, investor bisa saja keluar, sifatnya hot money," kata dia.
David memperkirakan investor akan melakukan aksi beli di pasar SUN dan saham dalam jangka pendek. Adapun mengacu pada data RTI, investor asing membukukan pembelian bersih Rp 5,81 triliun di pasar saham dalam sebulan belakangan.
(Baca juga: Lima Sebab Menguatnya Kurs Rupiah dalam Waktu Cepat)
Di sisi lain, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Pieter Abdullah Redjalam mengatakan faktor yang mendorong aliran masuk dana asing ke SUN adalah penawaran yield obligasi pemerintah yang tinggi. Selain itu, kenaikan bunga acuan BI hingga 150 basis points lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan FFR.
"Kenaikan FFR hanya 100 basis points, ini menyebabkan spread yield SBN dibandingkan surat berharga di AS melebar," ujarnya.
Senada dengan David, ia menjelaskan beberapa faktor global juga turut memengaruhi keputusan investor yang mulai memasuki pasar SUN. Faktor global yang dimaksud di antaranya kemungkinan bank sentral AS tidak akan terus menaikkan FFR seiring proyeksi inflasi AS akan tertahan. Selain itu, kemungkinan meredanya intensi perang dagang antara AS dan Tiongkok.
Namun, ia memperingatkan arus masuk dana asing dapat bersifat sementara. "Sejauh mana keyakinan investor terhadap perekonomian domestik yang sesungguhnya akan terlihat pada momen perkiraan The Fed menaikkan suku bunga, yaitu bulan Desember," kata dia.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai arus masuk dana asing lantaran investor melihat pasar domestik lebih menarik. "Sehingga modal asingnya ada yang mulai masuk sehingga rupiahnya mulai menguat," kata dia.
Ia pun mengatakan kondisi ini belum tentu terjadi dalam jangka panjang. Maka itu, pemerintah terus mencari upaya untuk membuat kebijakan yang lebih baik dalam menjaga stabilitas kurs rupiah.
Kepemilikan asing atas SUN terpantau terus menanjak sejak 19 Oktober, dari posisi Rp 847,82 triliun menjadi 867,55 triliun per 5 November. Ini artinya, kepemilikan asing bertambah Rp 19,73 triliun.
Seiring derasnya arus masuk dana asing, nilai tukar rupiah tercatat menguat tajam dalam sepekan ini. Mengacu pada data Bloomberg.com, rupiah ditutup di level 14.590 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot Rabu ini.
Level tersebut menguat 1,45% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Mata uang negara Asia lainnya juga tercatat menguat namun persentasenya lebih kecil yakni kurang dari 0,5%. Level rupiah saat ini merupakan yang terkuat dalam lebih dari dua bulan belakangan.