Utang Pemerintah Bengkak, Ekonom: Tanpa Berutang, Pajak Naik

Desy Setyowati
Oleh Desy Setyowati - Martha Ruth Thertina
17 Juli 2017, 15:21
Rupiah
Arief Kamaludin|KATADATA

Adapun kebijakan belanja pemerintah diharapkan fokus untuk mendanai pembangunan infrastruktur yang prioritas. “Jangan ada juga isu-isu proyek mercusuar, pemindahan Ibukota tunggu beberapa tahun lagi. Iya, harus dikaji, karena beban Jakarta sudah terlalu besar. Tapi, lihat yang prioritas,” ucapnya. (Baca juga: Sri Mulyani Revisi APBN 2017, Ekonom Dukung Pelebaran Defisit)

Sebelumnya, di depan anggota DPR, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sempat menjelaskan, posisi utang pemerintah yang masih di bawah 30 persen terhadap PDB tergolong rendah. Rasio utang Amerika Serikat (AS) dan Jepang, misalnya, masing-masing sebesar 108 persen dan 250 persen terhadap PDB pada 2016.

"Kalau rasio utang terhadap PDB tidak boleh naik, ya bangun infrastrukturnya sedikit atau bahkan sangat minim. Kalau mau aman, ya itu, enggak bangun," kata dia, beberapa waktu lalu.

Persoalannya, pembangunan infrastruktur di Indonesia jauh tertinggal dibanding negara lain. Berdasarkan data Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, kebutuhan pendanaan infrastruktur prioritas mencapai Rp 4.796 triliun.

"Yang paling tertinggal di Indonesia (adalah) infrastruktur. Kalau kita tidak bangun lebih dari orang (negara) lain bangun, kita tidak bisa mendekati mereka. Sepanjang apa yang dilakukan pemerintah dengan ekspansi anggaran, membangun infrastruktur itu tidak membuat rasio utang terhadap PDB melonjak terlalu besar, semestinya (utang) acceptable (bisa diterima)," ujar dia.

Meski begitu, Darmin mengakui pemerintah semestinya bisa berkreasi dalam hal anggaran, yaitu melalui kerja sama dengan swasta. Apalagi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya mampu mendanai 41 persen dari kebutuhan pembiayaan infrastrukrur 2015-2019.

Maka itu, menurut dia, pemerintah tengah fokus mendorong Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta untuk turut membiayai pembangunan infrastsuktur. Skema yang tengah dikaji yakni Kerjasama Pemerintah dengan Usaha (KPBU) dan Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA).

Tak hanya itu, dia juga menemukan metode yang memungkinkan investor asing masuk tanpa menggerus perentase kepemilikan investor dalam negeri. Pembangunan Bandara Soekarno Hatta, misalnya, bisa memungut investasi swasta tanpa mendelusi kepemilikan saham dengan skema bagi hasil. Sayangnya, ia mengaku kesulitan membujuk BUMN ataupun swasta untuk melibatkan asing dalam pembangunan infrastruktur.

"Misal, bandara Soekarno Hatta, ada skema, asing masuk tetap saham pemodal Indonesia 100 persen, lalu ada bagi hasil. Tetapi alangkah susahnya meyakinkan yang mengurusi infrastruktur, untuk menarik (investor asing) itu," kata Darmin.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...