September Deflasi, tapi Tak Ada Ruang untuk Turunkan BI Rate
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, deflasi yang terjadi pada September belum cukup memberikan keleluasaan bagi BI untuk menurunkan BI Rate. Salah satu penyebabnya, rencana kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang belu pasti masih menjadi ancaman terhadap rupiah. “Belum ya (akan naik). Ketidakpastian eksternalnya masih tinggi.” (Baca: Inflasi Inti Naik, Menkeu Minta BI Kendalikan Rupiah)
Hal senada juga disampaikan ekonom Bank Permata Josua Pardede. Menurut dia, faktor eksternal seperti normalisasi kebijakan bank sentral AS, the Fed, dan pelemahan yuan masih mengkhawatirkan pasar. “Meskipun ekspektasi inflasi tahun ini sesuai target sasaran BI, namun mengingat faktor stabilitas rupiah, BI Rate berpotensi bertahan hingga akhir tahun,” ujar dia.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara sebelumnya mengatakan, penurunan BI Rate belum tentu akan berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi. Alasannya, bank justru akan menaikkan suku bunga agar nasabahnya tidak menukarkan rupiahnya ke dolar AS.
Persoalan ini, yang dihadapi oleh negara-negara yang pasarnya tengah berkembang (emerging market) untuk mencegah keluarnya dana asing (capital outflow). “ (BI Rate) hanya bisa turun kalau situasi stabil,” kata dia.
Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menambahkan, lembaganya akan memerhatikan perkembangan inflasi sebagai acuan untuk mengambil kebijakan terkait BI Rate. Dia optimistis inflasi akan mengarah ke 4,3 persen pada akhir tahun.
“Tentu saja ada beberapa justifikasi untuk arah suku bunga yang bisa turun. Masalahnya dampak dari global yang menekan rupiah. Risiko jangka pendek ini berupa tekanan terhadap rupiah menjadi pertimbangan BI,” ujar Perry.